Petugas mengecek lembaran uang rupiah di Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (21/12). Guna memenuhi kebutuhan uang tunai selama perayaan Natal dan Tahun Baru 2018, Bank Indonesia (BI) menyiapkan uang kartal sebanyak Rp 193,9 triliun. (Channel9.id/Angga Yuniar)
Sebelumnya, Ekonom Centre of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, tren pelambatan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS) membawa angin positif bagi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
“Membaiknya indikator ekonomi kita di tengah melesunya ekonomi negara-negara besar memunculkan sentimen positif investor asing dan mendorong mengalirnya modal ke pasar-pasar keuangan indonesia,” ucapnya kepada Channel9.id, Selasa 8 Januari 2019.
Dia menambahkan, surat utang negara (SUN) bahkan ikut merasakan dampak positif dari membaiknya sejumlah indikator ekonomi di dalam negeri.
“Terlihat di besarnya minat pembeli SUN global yang ditawarkan oleh pemerintah untuk pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 serta di lonjakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada minggu pertama tahun 2018,” ujar dia.
“Jadi selama sentimen positif ini bisa terus dijaga, bukan tidak mungkin rupiah terus melanjutkan penguatan kembali ke bawah Rp 14.000,” ia menambahkan.
Sementara itu, Ekonom Insitute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengungkapkan, salah satu penyebab fluktuasi nilai tukar rupiah disebabkan efek Pemilu pada April 2019.
“Rupiah memang cukup volatile karena efek Pemilu April ini. Beberapa investor mengincar aset portfolio saham dengan valuasi bagus. Tapi perburuan ini bisa tertahan karena pemilu,” ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini: