Channel9.id – Jakarta. Direktur Utama (Dirut) PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Iwan Kurniawan Lukminto memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk diperiksa terkait kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dari perbankan kepada PT Sritex.
Iwan tiba di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung sekitar pukul 09.30 WIB. Ia tampak mengenakan batik berwarna coklat serta jaket berwarna krem dan membawa dua tas.
Di belakang Iwan, terlihat beberapa penasihat hukumnya yang membawa sebuah koper besar.
Kepada awak media, Iwan menjelaskan kehadirannya di Kejagung guna memenuhi panggilan penyidik untuk dimintai keterangan sebagai saksi. Ia mengaku membawa sejumlah dokumen yang diminta oleh penyidik.
“Saya memenuhi panggilan saja. (Bawa) dokumen yang diminta masih terkait dengan perkara,” kata Iwan kepada awak media, Selasa (10/6/2025).
Di sisi lain, ia juga mengaku tidak mempersoalkan langkah pencekalan yang diajukan Kejagung kepada Direktorat Jenderal Imigrasi terhadap dirinya.
“Gapapa. Inikan untuk mempercepat ya, saya jalani saja. Saya enggak ada masalah,” pungkasnya.
Iwan sebelumnya telah diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini pada Senin (2/6/2025). Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan dalam pemeriksaan itu penyidik mendalami mekanisme atau proses pengajuan kredit yang dilakukan PT Sritex kepada bank.
Selain itu, Kejagung juga telah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi untuk menerbitkan surat cegah dan tangkal (cekal) kepada Iwan agar tidak bisa melarikan diri ke luar negeri. Pencegahan itu berlaku selama 6 bulan terhitung sejak 19 Mei 2025.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan total tiga orang sebagai tersangka. Ketiga tersangka itu Eks Dirut PT Sritex Iwan Setiawan Lukminto; Direktur Utama Bank DKI periode 2020, Zainuddin Mappa; dan Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB periode 2020, Dicky Syahbandinata.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar menyebut kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp692 miliar.
Qohar menyebut nilai kerugian itu sesuai besaran kredit dari Bank DKI dan Bank BJB yang seharusnya digunakan sebagai modal kerja. Ia menjelaskan uang kredit yang seharusnya dipakai untuk modal kerja itu justru digunakan untuk membayar utang dan membeli aset non produktif.
“Tidak sesuai dengan peruntukan yang seharusnya, yaitu untuk modal kerja tetapi disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif,” jelasnya.
Baca juga: Eks Dirut Bank DKI dan Pejabat Bank BJB juga Dijadikan Tersangka Kasus Sritex
HT