Opini

Percakapanku Dengan Bang Doly Tentang Prabowo dan Buku

Oleh: Mukti Ali Qusyairi

Channel9.id – Jakarta. Pedagang buku bekas itu dipanggil dengan nama Doly. Ini ternyata memang nama asli. Saya bertemu dengan Bang Doly—begitu biasa saya panggil, demi sopan santun—tanpa sengaja. Di saat saya habis bertemu sahabat di TMII. Iseng melipir keliling TMII, dan mataku terpana pada tumpukan buku. Kepo. Saya memutuskan untuk menghampirinya. Ternyata itu toko buku bekas. Tapi bukan sembarang buku bekas. Di sana menjual buku-buku antik dan penting yang banyak diburu para kolektor, karena sudah jarang yang punya tapi penting untuk dibaca.

Syahdan, Bang Doly bertutur tentang pengalaman toko bukunya dikunjungi Prabowo. Sebetulnya ini berlangsung sudah lama. Relevan dituturkan. Karena belum ada yang menuturkan. Bermula dari kesan pertama Bang Doly bahwa Prabowo adalah seorang yang kutu buku dan sekaligus kolektor buku. Terlihat dari sikapnya yang sangat menghargai buku. Ketika berminat beberapa buku yang ada, Prabowo tak pernah menawar harga melainkan memberi tambahan dari harga semestinya. Misal, harga buku total 7jt, Prabowo bayar 10jt.

Sehingga, Ketika Prabowo berkunjung, Bang Doly menyambutnya dengan riang gembira dan dengan mata berbinar-binar sembari menyapanya dengan senyum yang paling manis. Sebab kebaikan Prabowo itu. Dan benar saja, setelah Prabowo memilih buku-buku apa saja yang akan dibeli dan ditotal, Prabowo pun ngasih lebih lagi dari harga seharusnya.

Pernah satu waktu, Bang Doly iseng memberi kabar kepad Prabowo bahwa ada buku-buku bagus yang sesuai dengan selera Prabowo. To the point, Prabowo menjawab, “kirim ke rumah saya”. Bang Doly pun bersemangat membawa semua buku-bukunya yang akan ditawarkan. Tidak tanggung-tanggu, buku-bukunya seboks mobil penuh. Sesampainya di kediaman Prabowo, hanya sekilas saja dilihat dan langsung dibayar dengan memberi lebihan lagi. Bang Doly berasa habis mendapatkan panen besar.

Terpatirlah dalam benak Bang Doly, bahwa Prabowo adalah orang baik. Menurutnya, jika seseorang berbuat baik sekali, maka itu boleh jadi secara kebetulan saja ia sedang ingin berbuat baik. Tetapi jika seseorang itu berkali-kali dan bahkan selalu berbuat baik, maka kebaikannya itu cermin dari karakter dan habit.

Apa yang dikatakan Bang Doly tentang kebaikan yang menjadi karakter itu mengingatkanku kepada teori educating for character dari pemikiran Thomas Lickona, seorang psikolog dan pakar Pendidikan AS. Teori mendidik untuk membentuk karakter. Singkatnya, karakter itu bisa dilihat dari kebiasaan atau prilaku yang dilakukan berulang-ulang kali, living. Tahapannya yaitu knowing the good (mengetahui kebaikan), lalu desiring the good (mencintai atau menginginkan kebaikan), lalu puncaknya adalah doing the good (melakukan kebaikan).

Apabila pengetahuan itu hanya sebatas diketahui, dipelajari, dan dicintai saja, tanpa dilakukan, maka itu belum bisa membentuk karakter dan belum termasuk ke dalam kategori karakter.

Bang Doly pun balik bertanya kepada saya tentang Pendidikan karakter dalam perspektif khazanah Islam. Saya pun sekilas dan sesingkat mungkin menjawab, bahwa Pendidikan karakter itu agaknya selaras dengan ta’diyb. Kalau masih sebatas transfer pengetahuan disebut ta’lim.

Percakapanpun ngalor-ngidul dan saya coba bertanya soal pengalaman toko bukunya itu. Bang Doly pun sekilar bercerita bahwa toko bukunya itu warisan dari orangtua. Sejak muda orangtuanya jualan buku. Lalu dilanjutkan oleh Bang Doly sampai detik ini.

Hampir lupa mempertanyakan buku-buku apa saja kesukaan Prabowo. Bang Doly menjelaskan bahwa buku-buku kesukaan atau selera Prabowo adalah buku-buku tentang strategi (berbagai strategi, baik strategi luar negeri, strategi dalam negeri, mengurus negara, maupun strategi perang, dll.), sejarah, ekologi dan pertanian, kebudayaan, dan antropoligi dalam berbagai bahasa, khususnya yang berbahasa Inggris dan Indonesia. Terkhusus buku-buku tentang strategi militer, perang, sejarah kemiliteran dan peperangan.

Setelah meneguk kopi yang disediakan Bang Doly, saya mengutarakan sebuah pandangan konvensional bahwa selama seseorang itu masih terus belajar dan membaca, maka selama itu pula ia masih terbuka untuk berubah dan bertransformasi serta maju. Siapapun orangnya itu. Sebab ia terus mendapatkan masukan dan update pengetahuan, wisdom (kebijaksanaan), filosofi/pemikiran, dan pengalaman. Sebab, pengetahuan bersifat dinamis selaras dengan dinamika sosial yang dialami umat manusia. Sebaliknya orang yang berhenti belajar dan membaca, maka ia akan mengalami stagnasi, kejumudan, mandek, dan mengkhawatirkan.

Kepada anak kita pun demikian, lanjutku. Selama anak kita masih mau membaca dan belajar, tidak ada alasan untuk khawatir. Biarkan dia menikmatinya dalam proses pendewasaan dan pematangan untuk mencari serta membangun jatidirnya sendiri. (Kadang dalam obrolan agak melipir sedikit ke hal-hal yang terdekat dari kita: anak).

Saya ingat satu prinsip kuat dari tokoh penggerak literasi, Gus Soffa Ihsan, yang menyatakan bahwa, “banyak membaca menjadi terbuka, banyak bacaan menjadi toleran”.

Adalah wajar kalau Prabowo memiliki kesadaran tinggi tentang pentingnya dunia literasi. Mungkin lantaran masa kecil Prabowo hidup dalam suasana lingkungan/miliu yang menyadari betapa pentingnya literasi, yaitu hidup di negara maju Amerika Serikat dan Hongkong. Di samping hidup dalam keluarga yang tergolong apa yang disebut oleh seorang kolumnis kawakan Fachry Ali dengan “cosmopolitan super culture” Indonesia, yang ia kutip dari seorang antropolog Perempuan pada tahun 60-an yaitu Hildred Storey Greetz.

Keluarga Prabowo adalah keluarga elit generasi pertama Indonesia paska kolonial yang mengenyam sekolah dan pendidikan tinggi di Barat. Sehingga wajar jika Prabowo sangat fasih berbahasa Inggris dalam pidato-pidatonya di panggung CSIS sebagai Capres dan di panggung-panggung internasional sebagai Menhan RI yang memukau para petinggi dunia.

Sebagai kutu buku dan kolektor buku. Pada akhirnya Prabowo juga penulis buku. Buku terkini yang ditulisnya berjudul “Kepemimpinan Militer Indonesia” setebal 576 halaman. Buku ini dibagikan kepada para peserta dari berbagai negara yang hadir di acara Pidato Prabowo soal Strategi Politik Luar Negeri di CSIS (Centre for Strategic and International Studies).

Penulis adalah Mustasyar Rumah Daulat Buku ( RUDALKU) dan Penulis buku Ulama Bertutur tentang Jokowi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  61  =  68