Channel9-Bekasi. Malam peringatan ke-7 hari meninggalnya mantan Sekjen PBNU di era Presiden Abddurrahman Wahid atau hadir di hadiri banyak kalangan, dari Wakil Ketua MPR/DPR hingga menteri hingga warga sekitar Vila Mas Garden Bekasi yang kehilangan sosok yang bersahaja ini.
Peringatan tujuh hari meninggalnya mantan Anggota Dewan Pertimbangan Agung di era reformasi ini, berlangsung di masjid Raudhatul Jannah, Kompleks Villa Mas Garden, Kota Bekasi Rabu malam (12/2/20).
Peringatan diawali pembacaan tahlil dan surat yasin diikuti oleh warga sekitar yang memenuhi masjid Raudhatul Jannah. Putra tertua Almarhum, Yanuar Prihatin yang juga Anggota DPR RI dari PKB, menyampaikan terima kasih kepada para pihak yang telah membantu memberi perhatian selama almarhum sakit meninggal sampai pemakaman.
Sosok Ahmad Bagdja adalah sosok yang bersahaja, “Saya datang dari kampung, mendengar nama mantan Ketua Umum PMII, Sekjen PBNU rasanya tinggi sekali. Tetapi setelah kenal di Jakarta, beliau orangnya humble, jadi rasa minder saya sebagai aktivis kampung hilang begitu ketemu,” ujar Ida Fauziah, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang juga mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Kesederhanaan mantan anggota Dewan Pertimbangan Agung ini, juga disampaikan oleh Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar. Muhaimin yang juga Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, menyebutkan sebagai tokoh pergerakan yang juga tokoh di balik kelahiran Partai PKB ini tidak pernah membedakan para juniornya.
“Semuanya disambut dengan hangat, kami berbicara lebih seperti teman yang akrab. Tidak seperti senior dan junior, ini yang jarang ditemukan dari tokoh-tokoh nasional sekaliber Ahmad Bagdja,” ujar Muhaimin Iskandar.
Hal senada disampaikan oleh Sekjen Dewan Masjid Indonesia Imam Ad-darughutni, yang merasa kehilangan atas meninggalnya sosok ulama asal kuningan ini. Menurut Imam, seminggu sebelum meninggal, Dewan Masjid Indonesia masih mengadakan rapat dengan Ahmad Bagdja hadir.
“Saya tidak melihat beliau Almarhum sedang sakit. Sebagai aktivis pergerakan, KH Ahmad Bagdja sangat lentur dan toleran. Saya ini dari Muhammadiyah, tetapi kalau bicara dengan Almarhum sudah tidak ada lagi sekat-sekat organisasi yang berbeda, itu kelebihan Almarhum,” katanya.
Sementara Ketua Umum Ikatan Alumni Pergerakan Islam Indonesia, Ahmad Muqowam mengatakan menyaksikan selama hidupnya Mas Bagdja –biasa Muqowam memanggil almarhum— adalah membaktikan untuk kebaikan.
“Tidak henti-hentinya berbuat baik, bahkan terkadang seperti melupakan dirinya lebih untuk orang banyak. Sebagai tokoh pergerakan paripurna, ketokohan Mas Bagdja mirip seniornya Ahmad Zamroni tokoh NU di era Orde Baru. Sama-sama pernah menjadi Ketua Umum PMII dan Sekjen PBNU. Jika periode Zamroni pada awal Orde Baru, Ahmad Bagdja pada era 77/78 di mana juga ada pergolakan mahasiswa,” katanya.