Channel9.id – Jakarta. Aliansi mahasiswa dari berbagai kampus yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Bersama Rakyat (Gemarak) menyoroti berbagai masalah di sektor pendidikan dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), 2 Mei 2024. Berbagai masalah yang disoroti Gemarak mulai dari kebijakan Perguruan Tinggi Negeri-Berbadan Hukum (PTN-BH), mahalnya biaya pendidikan, hingga masalah upah tenaga pendidik.
Dalam siaran pers Gemarak yang diterima Channel9, Kamis (2/5/2024), Gemarak menilai situasi pendidikan saat ini ditunggangi oleh tujuan-tujuan di luar ‘mencerdaskan kehidupan berbangsa’. Padahal, menurut Gemarak, pendidikan seharusnya menjadi tanggung jawab negara.
“Negara yang harusnya bertanggungjawab untuk menjadikan Pendidikan sebagai hak bagi rakyat, logikanya beralih menjadikan pendidikan menjadi komoditas dan bersifat komersil yang hanya menguntungkan kelas tertentu saja,” tulis Gemarak.
Menurut Gemarak, salah satu bentuk lepasnya tanggung jawab negara terhadap pendidikan adalah dengan munculnnya kebijakan PTN-BH. Kebijakan ini disebut memberikan kewenangan kepada perguruan tinggi untuk mengelola keuangannya secara mandiri, termasuk dalam mengatur besaran uang kuliah mahasiswa.
“Akan tetapi, pemberian otonomi ini malah memunculkan fenomena naiknya biaya kuliah atau UKT setinggi langit. Tanpa kepedulian dalam membantu PTN-BH menggalang dana abadi, pemerintah secara tidak langsung telah membuat lingkaran setan kapitalisme pendidikan,” tulisnya.
“Terlebih, bukan semata camaba (calon mahasiswa baru) berkantong cekak yang dikorbankan. Kualitas pendidikan di kampus itu sendiri belum tentu lebih bagus,” sambungnya.
Gemarak juga menyoroti angka putus sekolah yang masih tinggi. Padahal, lanjutnya, anggaran dana pendidikan yang digelontorkan pemerintah, mulai dari jenjang sekolah dasar hingga tinggi, juga meningkat tiap tahunnya.
“Faktor ekonomi keluarga menjadi alasan utama terputusnya masyarakat untuk mengakses pendidikan. Hal ini dipandang sebagai kelalaian negara dalam menerapkan pendidikan yang berkeadilan. Penyesuaian kondisi ekonomi rakyat dengan biaya pendidikan harusnya dapat dilakukan oleh kebijakan pemerintah,” jelasnya.
Terlebih lagi, lanjut Gemarak, kondisi pendidikan semakin diperparah lewat praktek komersialisasi pendidikan yang dilanggengkan oleh negara melalui hadirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dari beberapa peraturan pelaksana UU Cipta Kerja mengenai pendidikan, Gemarak menilai kesempatan korporasi untuk masuk ke sistem pendidikan semakin terbuka luas.
“Anak-anak dari kalangan ekonomi atas akan mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Sebaliknya, anak-anak dari kalangan keluarga kelas menengah dan bawah hanya mampu menjangkau pendidikan dengan kualitas rendah,” tulis Gemarak.
Kemudian, terkait program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), Gemarak menyoroti kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terhadap mahasiswa yang mengikuti program tersebut. Kasus ini terjadi beberapa waktu lalu, di mana puluhan mahasiswa mengikuti ferienjob atau magang di Jerman yang justru dipekerjakan tanpa upah yang layak.
“Bahkan, kasus ini dikategorikan ke dalam kategori human trafficking. Dalam kasus dalam negeri, seringkali mahasiswa diberi upah yang tidak sesuai dengan waktu kerja. Program ini dijadikan oleh para pemilik perusahaan untuk mencari tenaga kerja murah,” tulis Gemarak.
“Sementara itu, Nadiem Makarim juga mensosialisasikan penerapan kurikulum merdeka. Akan tetapi, pelaksanaannya masih tidak merata di seluruh Indonesia. Bahkan di Jakarta penerapannya juga belum secara total,” sambungnya.
Terlebih lagi, lanjut Gemarak, masalah upah tenaga pendidik saat ini seolah tidak menemui titik solusi. Mereka disebut selalu diiming-imingi “pekerjaan ibadah” atau pemahaman “pahlawan tanpa jasa”.
“Ditambah lagi, tenaga pendidik saat ini dibebani oleh administrasi berkedok aplikasi canggih yakni Platform Merdeka Mengajar,” jelasnya.
Atas berbagai masalah tersebut, Gemarak menuntut beberapa poin kepada pemerintah dalam momentum Hardiknas 2024, di antaranya:
1. Wujudkan Pendidikan Gratis
2. Cabut tiga paket UU Bermasalah (UU PT No 12 Tahun 2012, UU No 20 Tahun 2003, UU Ciptaker)
3. Wujudkan Demokratisasi Pendidikan
4. Jamin kesejahteraan tenaga pendidik
HT