Oleh: Azmi Syahputra
Channel9.id – Jakarta. Pertarungan sengit semakin terlihat di ruang publik melalui penetapan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto jadi tersangka. Penetapan KPK itu menyiratkan ada pertikaian antara mantan Presiden Megawati dan mantan Presiden Jokowi. Sekaligus antara keduanya menunjukkan “pecahnya gong kekuasaan”.
Ada benarnya kiasan yang lazim didengarkan dalam politik bahwa “tidak ada kawan atau lawan abadi dalam politik’. Sebab kini kesatuan kekuatan tersebut semakin tampak terurai “pecah kongsi-nya” dan tidak bisa ditutupi lagi. Walaupun beberapa saat lalu sebelum bulan masa tahap Pencapresan hal ini dibantah.
Pecah kongsi, kini semakin menguat tekanannya ditandai beberapa peristiwa maupun narasi-narasi kontradiktif maupun saling kritik antara Megawati dan Jokowi. Dimulai soal pengkhianatan yang dengan cepat bertebaran di berbagai platform media massa termasuk menguarai kembali dokumen suap politik, politik berbau korupsi, perdagangan pengaruh dan hasil kejahatan yang mengalir di petinggi para politisi.
Lingkaran kolega yang sempat seiring sejalan kini justru menjadi sebab andil pertarungan kekuasaan, sehingga muncullah peristiwa politisi kriminalisasi hukum, cari celah korupsi politik berupa bentuk kejahatan. Salah satunya melalui tindak pidana korupsi.
Pertarungan sengit ini disebabkan ambiugitas perilaku pejabat di dalam wadah partai politik tersebut yang sudah tidak lagi sama kepentingannya, saling membuka catatan perbuatan yang selama ini menyimpang dari hukum, menyimpang dari kewajibannya, menyimpang dari sumpah jabatannya dan dan menyimpang dari aspirasi masyarakat. Akhirnya perilaku saling sandera, saling jegal dan saling ancam dipertontonkan kepada publik
Masing masing pihak memegang kartu Truf “bagai catatan kesalahan atau penyimpangan”. Tentu keadaan ini akan membuat serba sulit bagi aparat penegak hukum.
Para politisi ternama ini bukan lagi memikirkan kepentingan nasional. Tapi kini mereka berhadap-hadapan bukan dengan dalil hukum yang argumentatif, demi keadilan dan kesejahteraan masyarakat, kini saling memicu kegaduhan, intimidasi, saling gertak bahkan saling sandera. Jadilah politik bencana dan bencana politik, dan mengarah pada perbuatan pidana.
Pecah kongsinya antara mantan Presiden Megawati dan mantan Presiden Jokowi sejatinya merupakan pilihan yang adil bagi keduanya untuk membuktikan pada masyarakat, sikap dan jalan siapakah yang benar dan yang salah dalam mendarmabaktikan dirinya untuk bangsa dan komitmen sejarah masa depan Indonesia
Karenanya harapan baru ada di tangan Presiden Prabowo sebagai
role model untuk melihat situasi. Presiden Prabowo dapat mengambil peran dan posisi sebagai “penyeimbang”, serta sebagai batu uji kualitas seorang pemimpin sekaligus bertanggungjawab sebagai pemimpin tertinggi bangsa guna tujuan terwujudnya kepentingan rakyat dan tujuan nasional.
Penulis adalah Sekjend Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI)