Oleh: Giri Basuki*
Channel9.id-Jakarta. (“BLAM!” Suara dentuman dimalam larut itu menggetarkan kota ) Seseorang terbangun dari tidurnya. Orang itu lalu meraih ponselnya. Posisi tubuhnya miring, memperlihatkan sebagian anatomi punggungnya yang telanjang. Ia tengah membaca pesan di ruang kamar bercahaya redup. Cahaya yang keluar dari layar ponselnya menyala terang dan frontals berhadapan dengan kita. Menjadikannya fokus dari keseluruhan obyek disekitarnya.
Saya yakin, siapapun yang berhadapan dengan lukisan itu, dari jarak lazimnya kita biasa menikmati sebuah lukisan, pasti kita akan tergerak untuk maju, lebih mendekat karena tersugesti -terprovokasi oleh sebab rasa ingin tahu, penasaran dengan apa isi pesan di layar ponsel itu. Rasanya tangan kita ingin bergerak menyentuh layar ponsel guna “ me-large/me zoom out” agar bisa lebih jelas membaca isi pesannya.
Pesan yang mengabarkan akibat dari dentuman itu; dimana letak kejadiannya? adakah korban jiwa? Masih amankah posisi tempat tinggalnya? Dan menyusul sejumlah pertanyaan kekwatiran lainnya yang menteror jiwa.
Itulah narasi imaji yang bisa digali dari lukisan karya Nataliia Shulga di kanvas 60cm x40cm. Salah satu karya lukisan yang dipamerkan dalam Ukrainian Art Exhibition di Institut Francis Indonesia ( IFI ) Wijaya Jakarta
Bagi seorang pelukis, dalam ruang redup, tidak ada benda riil yang bisa dipindahkan ke kanvas. Yang bisa dilakukannya adalah menampilkan bentuk-bentuk kesan atau bentuk seolah-olah. Liatlah obyek didalam lukisan itu, antara bentuk kain lipatan selimut, kain gorden, dan kepulan asap mesiu diluar kamar seolah mengalir menjadi satu, tanpa batas outline yang berfungsi sebagai pembeda benda yang jelas. Bergerak diantara ruang imaji dan reliatas.
Dengan penggarapan teknis melukisnya yang terbilang sederhana, tanpa bermaksud menyuguhkan komposisi suatu susunan yang canggih, juga dari sajian goresan sapuan kuasnya yang terkesan apa adanya namun mengalir, lalu pilihan warna yang tergolong satu family, menurut hemat saya hal ini merupakan pilihan teknik yang tepat . Mengapa? Berangkat dari pertanyaan; “Apa yang bisa dilakukan oleh indera penglihatan ketika kita berada di sebuah ruang minim cahaya? Bukankah tidak ada benda satupun yang bisa kita identifikasi dengan jelas, semua akan terlihat redup, samar dan lamat-lamat?
.. Seni bisa mengusik alam bawah sadar kita, justru dengan kesederhanaannya, tanpa repotrepot menyertakan data dan fakta. Bahwa seniman memerlukan data dan fakta dalam menciptakan sebuah karya lukisan, itu soal lain… ( Disarikan dari artikel Bambang Bujono, Bunga Rampai ; Melampui CItra dan Ingatan, hal 364, Jkt, 2017 ).
Ukrainian Art Exhibition yang diselenggarakan di Institut Francis Indonesia ( IFI ) Wijaya Jakarta, 27 juli 2023 hingga 9 Agustus 2023. Kurator pameran Aino Cantell-Nouvet, menurut pendapat saya, telah berhasil menyajikan karya-karya yang tidak hanya artistik, dan beragam gaya ungkap serta membawa pesan mendalam, tetapi juga Aino Cantell-Nouvet tidak terjebak pada pilihan karya-karya yang bersifat pamflet/ propaganda.
Mengambil dari halaman Press Release, Ukrainian Art Exhibition ini diselenggarakan berdasarkan pameran serupa yang sukses di adakan diberbagai kota di seluruh dunia, termasuk di Berlin, Paris dan Warsawa.
Diikuti oleh seniman-seniman Ukrania dengan mengambil situasi terkini di Ukraina yang menjadi latar belakang tema karya.
Lalu kitapun terbayang akan sebuah panggung peperangan itu. Selalu meninggalkan jejak mengerikan; kehancuran fisik, tragedi kemanusiaan, serta trauma jiwa yang susah menghilang. Seolah-olah kita lupa, bahwa bangsa-bangsa didunia ini telah berhimpun dan mengklaim sebagai bangsa yang beradab. Hampir setiap bangsa didunia telah meratifikasi Universal Declaration of Human Rights. Tetapi, pada kenyataannya api peperangan masih saja berkorbar. Yang lebih menyesakkan, ketika terbayang anak-anak dengan tatapan mata kosong, wajah tanpa dosa berlarian ketakutan mencari orang tuanya. Diantara tangis, jerit pilu, airmata bercampur debu reruntuhan dan asap mesiu.
….di tengah suasana pembukaan pameran, sahabat pegiat dilapangan HAM membisikkan di telinga saya, katanya: “ Para pengungsi sudah memasuki negara-negara di kawasan Uni Eropa!”
Dan saya rasa, Nataliia Shulga pasti juga sudah menerima kabar berita yang sama, melalui ponselnya.
Baca juga: Renaitre Giri Basuki
*Pelukis