Channel9.id-Jakarta. Di 2020 ini, banyak kebiasaan dan aktivitas konsumen yang berubah akibat pandemi Covid-19. Hal ini diakui sangat berdampak pada industri kreatif.
Country Head untuk Facebook Indonesia Pieter Lydian menuturkan bahwa perubahan konsumen tersebut pasti disertai dengan perubahan industri kreatif. “Jika industri kreatif berubah, maka keterampilan dan orang yang terlibat di industri ini juga berubah. Itu kalau ingin stay on the top of the game,” sambungnya, saat di seminar Citra Pariwara 2020, Jumat (11/12).
Baca juga: Deretan Pembicara Inspiratif di Seminar dan Masterclass Citra Pariwara 2020
Ia membeberkan bahwa salah satu perubahan terbesar ialah cara berkomunikasi. Berdasarkan data yang dimilikinya, ada 66% orang di Asia Tenggara yang berinteraksi di sosial media dan layanan perpesanan. Didapati bahwa keduanya bukan hanya untuk berkomunikasi antarteman dan lainnya, melainkan juga untuk berdagang.
Perubahan itu lantas mengubah pola konsumsi para konsumen, misalnya dari yang mulanya belanja offline kini beralih ke online. “Di Asia Tenggara tahun ini, ada 70% konsumen yang sudah merambah di platform online. Padahal di survei tahun lalu, tren ini diprediksi muncul empat tahun kemudian. Pandemi mengubahnya lebih cepat,” kata Pieter.
Dari data tersebut kemudian didapati bahwa mayoritas konsumen mengharapkan respons yang cepat dari pebisnis. “Kalau responsnya cepat, artinya serius dengan bisnisnya. Akhirnya, pebisnis berlomba-lomba untuk lebih cepat lagi. Hal ini menjadi hal yang patut diperhatikan oleh pelaku kreatif untuk keberlangsungan bisnis,” lanjut dia.
Selain peningkatan pemanfaatan media digital itu, Pieter juga melihat bahwa pandemi Covid-19 mempererat solidaritas antarmasyarakat. Sehingga ditemukan banyak gerakan peduli terhadap komunitas yang dinilai membutuhkan bantuan. Hal ini kemudian akan mengaruhi pandangan konsumen terhadap sebuah brand.
Menurut Pieter, saat pandemi konsumen tertarik pada brand dan pebisnis yang sangat peduli terhadap komunitas dan relevan dengan mereka. Sehingga koneksi antara konsumen dan brand terbangun. Namun, mengenai koneksi ini, ada satu hal yang perlu diperhatikan yaitu ketulusan.
“Jika sebuah brand ingin membangun koneksi dengan konsumen, sebaiknya itu bukan tujuan untuk komersial. Tapi untuk tujuan yang mulia. Kenapa? Karena hal ini akan menunjukkan nilai-nilai dan citra brand atau perusahaan melalui komunitas yang dibantu,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Pieter berpesan kepada para pebisnis untuk berubah. “Untuk berubah dibutuhkan bantuan dari teman-teman media, termasuk kreatif dan digital untuk mendukung usaha mereka. Kemudian pebisnis juga harus tangkas dan cepat berinteraksi dengan konsumen melalui aplikasi messaging. Itu adalah hal yang penting. Terakhir, perlu juga untuk melakukan aksi kepedulian melalui komunitas untuk merefleksikan nilai-nilai perusahaan,” tutupnya.
Sebagaimana telah diketahui, perubahan yang terjadi pada pola konsumen dan pola produsen atau pebisnis, jelas berpengaruh terhadap dinamika industri kreatif dan periklanan. Sebab apa yang digarap di industri ini berkaitan dengan keduanya, belum lagi adanya peristiwa seperti pandemi Covid-19.
(LH)