Opini

Polisi dan Harga Mahal Kepercayaan Publik

Oleh: Edy Budiyarso, SH., MH.

Channel9.id-Jakarta. Tingkat kepercayaan publik yang menurun menjadi issu utama di Kepolisian Republik Indonesia. Hal ini sampa membuat Presiden Joko Widodo perlu menyampaikan pesan khusus secara langsung kepada Kapolri dan jajarannya di Istana Negara belum lama ini.

Tiga kasus besar yang terjadi secara berurutan, bak gelombang yang silih berganti mendera Polri. Belum selesai kasus Duren Tiga yang melibatkan mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo, terjadi Tragedi Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur. Saat kasus kematian 135 suporter Aremania yang masih membara, terjadi pengungkapan perdagangan narkoba yang diduga melibatkan mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen TM.

Jelas dari tiga kasus ini, kepercayaan publik kepada Polri yang sampai hari kelahiran Polri 1 Juli 2022 lalu yang masih tinggi, langsung melorot. Beruntung, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dengan pembawaan yang kalem tetapi tegas dalam tindakan. Sehingga, perlahan-lahan ketiga kasus besar ini berjalan on the track dan kepercayaan publik kepada Polri bukan tidak mungkin kembali meningkat lagi.

Mengapa kepercayaan publik begitu sangat diperlukan bagi institusi Polri? Hingga, ada tujuh mantan Kapolri yang datang secara khusus untuk menyemangati Jenderal Listyo Sigit untuk secepatnya bisa keluar dari badai dan kemelut ini.

Polri sebagai pelayan masyarakat sekaligus institusi penegak hukum jelas membutuhkan kepercayaan publik yang tinggi. Tindakan kepolisian, dapat merampas hak orang (melakukan penangkapan, penggeledahan dan perampasan benda atau barang bukti, hingga melumpuhkan pelaku kejahatan), harus mendapatkan public approval.

Persetujuan publik, diperlukan sebagai legitimasi bahwa tindakan kepolisian masih dalam batas atau koridor hukum demi kepentingan masyarakat yang lebih luas dan menjamin ketertiban sosial.

Studi di negara maju, seperti di Amerika yang dibukukan “The Challenge of Crime in a Free Society,” yang dikuatkan oleh Kerner Report (1968) yang disusun oleh “National Advisory Commission on Civil Disorders,” di Amerika memotret jelas hubungan antara ketidakpercayaan serta kemarahan warga kepada polisi dengan peningkatan kejahatan dan kekacauan sosial.

Hal ini nyata terjadi dalam kasus kematian George Floyd 46 tahun warga kulit hitam di Minneapolis yang tewas dicekik polisi pada Mei 2020 silam. Kasus ini sampai membuat beberapa kota di Amerika menerapkan jam malam, militer sampai turun tangan setelah protes warga berubah menjadi kerusuhan, penjarahan dan anarkisme yang menjadi sejarah kelam Amerika.

Karena itu penting “attitude towards police” atau ATP, yaitu sudut pandang warga masyarakat terhadap polisinya. ATP yang semakin positif, akan membuat kerja polisi semakin ringan, karena banyak bantuan oleh warga kepada polisi dalam tugasnya. Sebaliknya semakin rendah tingkat ATP publik kepada polisi, akan membuat polisi semakin sulit bekerja.

Disinilah harga mahal pentingnya “public trust” atau kepercayaan publik kepada polisi untuk selalu terjaga. Kapolri Jenderal Listyo Sigit optimis akhir tahun 2022, situasi sudah kembali recovery. Inilah “pekerjaan rumah” bagi semua anggota Polri, bukan hanya Kapolri.

*Pengamat Kepolisian dan Praktisi Media

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2  +  1  =