Channel9.id-Madiun. Pelajaran bagi masyarakat, bagi mereka yang ingin ke luar negeri menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Harus selektif dalam memilih Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang menyalurkan ke luar negeri. Jika tidak, mungkin akan bernasib sama seperti 4 warga asal Ponorogo yang memperoleh persetujuan.
Para korban adalah berinisial AK (40), MY (48), ECW (27) yang merupakan warga Kecamatan Mlarak dan WP (31) warga Kecamatan Siman Ponorogo. Alih-alih bisa bekerja ke luar negeri, mereka kehilangan uang puluhan juta. Bahkan 2 dari 4 korban kecelakaan rekrutmen PMI itu sampai di luar negeri malah dideportasi.
Penipuan rekrutmen PMI ilegal ini berhasil diungkap oleh jajaran Polres Madiun.
Petugas Berhasil Melawan Hariyanto (52), warga Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun. Pelaku demi pinjaman untuk 4 korban dengan janji bisa memberikan pekerjaan di luar negeri. Dengan biaya pendaftaran Rp47 juta per orang.
“Jadi 4 korban ini tidak terdaftar di PJTKI yang legal, mereka malah daftar yang harus disetujui bisa mempekerjakan para korban ke luar negeri,” kata Kapolres Madiun AKBP. Eddwi Kurniyanto, Sabtu (7/3/2020).
Awalnya korban AK dan ECW mendaftar ke pengadilan. Masing-masing sudah menyediakan uang DP yang menerima pendaftaran Rp30 juta dan Rp45 juta. Setelah mendaftar, mereka dijanjikan berangkat ke luar negeri dengan negara tujuan Taiwan paling cepat 3 bulan setelah pendaftaran. Dikerjakan di pabrik cat, panel listrik, sepatu, sosis, dan baut.
Pelaku juga menjanjikan, setuju tidak akan berangkat, uang akan dikembalikan utuh tanpa potongan. Dan untuk meyakinkan para korban, yang disetujui harus memiliki izin resmi sebagai penyalur tenaga kerja ke luar negeri (bukan abal-abal).
“2 korban ini percaya dan yakin terhadap janji-janji, mereka menginfokan itu untuk korban MY dan WP,” ungkap Eddwi.
Korban MY dan WP juga tergiur, dan ikut mendaftar ke pembeli, dengan menyetor uang DP pendaftaran masing-masing Rp20 juta dan Rp47 juta.
Setelah 5 bulan dari pendaftaran, persetujuan dari korban ECW dan WP untuk berangkat ke Taiwan. Korban AK yang daftar pertama, tidak diberangkatkan duluan, alasan alasan, AK pernah bekerja di Taiwan. Disetujui dijanjikan setelah ECW dan WP.
Namun setelah mendarat di salah satu bandara di Taiwan, ECW dan WP malah ditangkap petugas. Mereka dianggap sebagai PMI ilegal, sebab paspor yang digunakan adalah paspor bukan pekerja.
Alhasil, kedua korban dideportasi atau dipulangkan lagi ke Indonesia. “Merasa ditipu, akhirnya para korban melaporkannya kepada kami,” katanya.
Uang yang terkumpul dari hasil pengurusan korban ini sebesar Rp 141 juta. Dari jumlah tersebut sebanyak Rp92 juta disetel ke rekan kerja yang ada di Bogor. Dan sisanya digunakan untuk keperluan sehari-hari.
Eddwi menyebutkan jika mempertimbangkan rekrutmen PMI ilegal sebagai jaringan, maka dari pihak pihaknya akan mengembangkan penyelidikan untuk mengungkap kejahatan lainnya. Saat ini, pelanggaran Hariyanto dijerat dengan pasal 378 dan 372 KUHP tentang pengadilan dan penggelapan rekrutmen PMI ilegal.
“Masih akan kami kembangkan kasus ini, sementara hukuman yang sudah ditangkap, kami jerat dengan pasal 378 dan 372 KUHP, dengan ancaman penjara 4 tahun,” pungkasnya.