PP Postelsiar Diharapkan Mampu Bikin OTT Asing Tunduk
Techno

PP Postelsiar Diharapkan Mampu Bikin OTT Asing Tunduk

Channel9.id-Jakarta. Aturan pemerintah terhadap perusahaan over the top (OTT) dinilai terlambat. Sebab saat ini sudah banyak OTT yang mendapat keuntungan di Indonesia, namun rugi bagi negara. Misalnya tentang pajak.

Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh Kamilov Sagala, seorang Pengamat Telekomunikasi—yang merupakan mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).

“Selama ini OTT asing tak pernah diatur. Seharusnya OTT asing tersebut bayar triliunan rupiah, tapi jumlah yang diterima negara tak signifikan. Pemerintah dalam hal ini Kominfo harus bisa mengantisipasi ini,” terang Kamilov lewat keterangan tertulis, Senin (1/3).

Kamilov mengatakan bahwa itu menjadi pekerjaan rumah besar bagi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terhadap perusahaan OTT asing hingga lokal setelah Peraturan Pemerintah 46 tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (Postelsiar) terbit.

Ia berharap, melalui PP Postelsiar, Menkominfo Johnny Plate bisa bersinergi dengan penyelenggara telekomunikasi dan Menteri Keuangan, untuk menekankan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi perdagangan melalui sistem elektronik, yang dilakukan oleh penyelenggara OTT asing.

“Untuk meverifikasi pendapatan OTT asing mudah. Cukup kawal dan evaluasi kewajiban kerja sama dengan operator telekomunikasi yang memiliki data yang sangat lengkap,” jelas Kamilov.

Adapun pekerjaan rumah selanjutnya ialah Kominfo harus bisa menertibkan OTT asing yang tak punya badan hukum di Indonesia. Jika tidak, pemerintah sulit memungut pajak penghasilan (PPh) dari mereka. Namun, OTT asing yang mendaftarkan aplikasinya di Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) masih minim. Padahal aturan mengenai kewajiban OTT asing untuk mendaftar sudah ada.

Kamilov menilai seharusnya regulator, dalam hal ini Dirjen Aplikasi Informatika (Aptika) Kominfo, bisa memaksa OTT asing unruk mendaftarkan aplikasi ke kementerian. “Namun, ada kesan masih dibiarkan. Karena dari sisi regulasi, Dirjen Aptika diberikan kewenangan untuk mengatur OTT. Namun ini tak dijalankan,” terang Kamilov.

Kemudian Kamilov mengatakan bahwa masih banyak konten negatif yang muncul di OTT asing. Misalnya, kata dia, Netflix masih menayangan konten berbau pornografi, LGBT dan kekerasan. Ia melanjutkan, seharusnya Menkominfo meminta atau mengevaluasi Dirjen Aptika untuk lebih tegas bertindak atau memblokir konten tersebut.

“Menkominfo punya PR untuk memaksimalkan mesin pengais (crawling) konten negatif OTT asing. Kalau efektif konten negatif seperti LGBT dan pornografi tak ada lagi,” sambung dia.

(LH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

29  +    =  31