Channel9.id-Jakarta. Pengaturan pelaksanaan Work From Office (WFO) dan Work From Home (WFH) pada sektor esensial dan kritikal kembali dibahas oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan demi meminimalisasi mobilitas masyarakat dan mengurangi potensi penyebaran Covid-19.
“Kami melakukan beberapa penyesuaian, mencermati masukan dan memantau di lapangan, agar pengaturan lebih efisien,” ujarnya dalam pertemuan virtual, Rabu (07-07).
Dalam rapat koordinasi tersebut, Luhut menyampaikan usulan revisi untuk sektor esensial sebagai berikut:
a. Keuangan dan perbankan hanya meliputi asuransi, bank, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan;
b. Pasar modal;
c. Teknologi informasi dan komunikasi meliputi operator seluler, data center, internet, pos, media terkait dengan penyebaran informasi kepada masyarakat;
d. Perhotelan non penanganan karantina;
e. Industri orientasi ekspor dimana pihak perusahaan harus menunjukkan bukti contoh dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) selama 12 bulan terakhir atau dokumen lain yang menunjukkan rencana ekspor dan wajib memiliki IOMKI (Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri).
Baca juga: Polda Metro Jaya Tidak Segan-Segan Tindak Perusahaan Non Esensial yang Tidak WFH
Luhut menjelaskan, untuk butir (a) sampai (d) di atas dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal 50% staf. Sementara untuk butir (e) dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal sebesar 50% staf yang bekerja di fasilitas produksi/pabrik. Adapun wilayah perkantoran pendukung operasional hanya diperbolehkan maksimal 10% staf.
Sementara itu, untuk sektor kritikal, Luhut menyampaikan kriteria berupa:
a. Kesehatan
b. Keamanan dan ketertiban masyarakat
c. Energi
d. Logistik, transportasi, dan distribusi terutama untuk kebutuhan pokok masyarakat
e. Makanan dan Minuman dan penunjangnya, termasuk untuk ternak/hewan peliharaan
f. Petrokimia
g. Semen dan bahan bangunan
h. Objek Vital Nasional
i. Proyek Strategis Nasional
j. Konstruksi
k. Utilitas dasar (listrik, air, pengelolaan sampah)
Untuk butir (a) dan (b) dapat beroperasi maksimal 100% staf tanpa ada pengecualian. Sedangkan butir (c) sampai (k) dapat beroperasi maksimal 100% staf hanya pada fasilitas produksi/konstruksi/pelayanan kepada masyarakat. Untuk operasi perkantoran guna mendukung operasional, maka hanya diberlakukan maksimal 25% staf.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan bahwa perusahaan yang boleh beroperasi dalam masa PPKM Darurat ini adalah perusahaan yang memiliki IOMKI. Di dalamnya, perusahaan akan dikategorisasikan sesuai sektor dan juga memiliki pedoman protokol yang harus dipenuhi.
IOMKI akan diterbitkan secara digital dan disertakan dengan QR Code. Selain itu, Kementerian Perindustrian juga akan memberikan daftar perusahaan pemegang IOMKI kepada pemerintah daerah guna memudahkan pengecekan atau sidak terhadap perusahaan yang tidak patuh.
“Kalau ada yang melanggar, akan kami cabut izinnya,” tegas Agus.