Proses Pemilu Penuh Kepentingan Bisa Merusak Kebhinnekaan Indonesia
Nasional

Proses Pemilu Penuh Kepentingan Bisa Merusak Kebhinnekaan Indonesia

Channel9.id-Jakarta. Hasil pemilihan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak proporsional dan tidak mencerminkan keindonesiaan. Demikian tutur Yusfitriadi, Ketua Yayasan Visi Nusantara Maju, saat konferensi pers daring, Kamis (17/8).

Yusfitriadi menuturkan bahwa 10 dari total 12 orang yang dipilih merupakan orang Jawa, sementara sisanya dari Maluku dan Sulawesi Utara. “Padahal kita sedang keberagaman, kebhinekaan, keindonesiaan,” pungkasnya.

Baca juga: Sikap Dewan Pemilih Anggota KPU dan Bawaslu Disebut Janggal

Sebelumnya, Komisi II DPR sudah menetapkan anggota KPU dan Bawaslu untuk periode 2022-2027. Keputusan ini ditetapkan dalam rapat pleno pada Rabu (16/2) malam. Adapun yang dipilih menjadi anggota KPU antara lain: Betty Epsilon Idroos, Hasyim Asy’ari, Mochammad Afifudin, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz. Sementara yang dipilih menjadi anggota Bawaslu yaitu: Lolly Suhenty, Puadi, Rahmat Bagja, Totok Hariyono, dan Herwyn Jefler Hielsa Malonda.

Yusfitriadi melanjutkan bahwa masalah politis pada pemilihan anggota itu memang tak bisa dipungkiri—di mana ada kelompok yang mendapat banyak bagian, sementara yang lain tidak. Namun, ia menilai hal ini akan berujung pada perpecahan di negara di kemudian hari.

“Proses penyelenggaraan pemilu bisa menjadi ‘entry poin’ yang akan mencerminkan apakah akan mencerminkan kebhinnekaan dan keindonesiaan,” pungkasnya. “Karena kita sudah mengawali proses ini dengan hal-hal yang tidak mendorong prinsip keindonesiaan, maka kalau ada perilaku masyarakat yang tidak bhinneka,… di kemudian hari, ini jangan disalahkan.”

“Oleh karena itu, saya berharap, Komisi II DPR RI, Kemendagri selaku stakeholder Pemilu, untuk meminimalisir sikap-sikap antikebhinneka-an dengan melakukan rekuitmen dari tingkat provinsi, kabupaten/kota. Sehingga ini kemudian bisa mengobati masyarakat, mencerminkan prinsip keindonesiaan. Ini juga akan memberi potensi besar akan pemilu yang lebih bermartabat, berbineka, dan Indonesia,” tutur Yusfitriadi.

Sementara itu, pengamat politik Jerry Simampouw mengatakan bahwa seharusnya DPR menyampaikan ‘reasoning’ terkait pemilihan anggota KPU dan Bawaslu. Dengan begitu, masyarakat tidak terbawa opini di tengah kecurigaan terhadap mereka.

“Seharusnya mereka melakukan komunikasi agar opini publik tidak ke mana-mana,” kata dia.

Jerry menambahkan bahwa DPR merupakan lembaga produktif sehingga kecurigaan masyarakat terhadap proses pemilihan anggota KPU dan Bawaslu memang tak bisa dipungkiri.

“Selagi DPR terlibat dalam proses pemilihan itu, ya memang nuansa politiknya begitu kuat. Saya kira, memang tidak bisa ini dilepas dari kepentingan politik, sulit sekali. Kalau tidak ingin seperti itu, jangan melibatkan DPR. Ya diselenggarakan saja oleh lembaga independen,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2  +  6  =