Hukum

Psikolog: Terdakwa Penyiraman Novel, Rahmat Kadir Mirip Cerita Pembunuh John Lennon

Channel9.id-Jakarta. Psikolog yang juga Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Prof, Dr, Hamdi Muluk, menyebut kecil kemungkinan rekayasa dan kebohongan dari pelaku kasus penyiraman air keras penyidik KPK Novel Baswedan.  Hal ini disampaikan dalam sidang lanjutan di PN Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada Jakarta (28/5/20).

Pernyataan ini disampaikan oleh Hamdi Muluk, saat didatangkan sebagai ahli dalam sidang dengan terdakwa Rahmat Kadir dan Ronny Bugis, dua pelaku penyiraman dengan air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.   Prof Hamdi menyebutkan dirinya telah melakukan pemeriksaan  terhadap dua terdakwa Rahmat Kadir dan Ronny Bugis.

Jaksa Penuntut Umum sempat menanyatakan, soal pengakuan kedua terdakwa.  Apakah ada  kemungkinan mereka mereka berbohong? tanya jaksa kepada ahli.
Prof Hamdi menyebut, “Kemungkinan berbohong kecil, mereka Pelaku yang berada dalam institusi yang polos polos saja. mereka yang di pasukan tempur, pola pikirnya  hitam putih saja ,” katanya.
Bagaimana soal frase penghianat yang disampaikan terdakwa, sehingga yang disampaikan Rahmat menjadi sangat obsesif?
Prof Hamdi Muluk pun menjelaskan, orang punya role model.  Bagi orang seperti Rahmat, role model pada kesatuan. Kalau pimpinan saya baik mengayomi, bisa disebut sindrom espririt de corps yang salah,  iya. Tetapi ini ada pada tipe-tipe orang seperti Rahmat ini, katanya.
Seperti yang keluar dari ucapan Rahmat sendiri, menganggap sok suci ini kalimat Rahmat. Di kasus sarang walet di Bengkulu dia merasa Novel mengorbankan anak buah. Maka menyimpulkan korban sebagai  penghianat.
Ini mirip kisah pembunuh John Lennon, Mark Davis Chapman. Chapman mengidolakan Lennon tetapi pada satu titik dia kecewa dengan  idolanya. Ekspektasi terhadap Lennon berubah, berubah.
Maka pada suatu pagi, Chapman sudah menunggu di apartemen Lennon, “Dia sampaikan Halo Mr Lenon dan door, John Lennon mati. Jadi psikological genesis Rahmat sama dengan Mark Davis Chapman. Ini memang unik,” ujar Prof Hamdi Muluk.
Ini karakter prajurit, simple man, patuh loyal, tidak neko-neko. Pikirnya ya atau tidak.  Tetapi kemudian melihat sosok penghianat, maka dia melampiaskan dan merasa puas.
“Pelaku tidak cukup cerdas menghitung (dampaknya ke depan) kesatuannya bisa jadi bulanan-bulanan, itu di luar pemikirannya. Dia tidak berpikir sampai di situ,” katanya.
“Saya menanyakan apakah ada konspirasi besar?” kata Prof Hamdi menceritakan proses pemeriksaan psikologis kepada kedua terdakwa . Mereka Rahmat dan Roni, menjawab silahkan periksa sampai sedetil-detilnya,  saya sudah menyampaikan apa yang sebenarnya.
Hamdi menjelas, ini motif yang unik hanya milik Rahmat Kadir. Rahmat menyebut, bahwa dirinya punya perasaan.  “Saya punya perasaan, saya berhak mengatakan dia penghianat, ini terungkap berulang-ulang saat saya periksa. Bagi saya dia (Novel Baswedan) penghianat, itu hak saya untuk  marah. apakah tidak boleh saya punya perasaan, saya tidak peduli orang bilang apa,” ujar Prof Hamdi menjelaskan dengan detil.
Bagaimana dengan Ronie yang akhirnya dengan tiba-tiba membocorkan kepada pimpinan?  Kalau awalnya Rahmat marah karena Ronny yang membocorkan masalah ini, hingga terungkap.

Prof Hamdi pun menjelaskan, hal ini pun sudah dilakukan pemeriksaan psikologi berkali-kali.  Menurut pengakuan Ronny, ada pergulatan psikologis dalam dirinya.
“Dia merasa ada yang salah. Dia awalnya  datangi mentor dan seniornya  di gereja, karena ada tekanan batin ini saya punya rahasia. Atasan saya berkali-kali kaget tidak percaya, apa bener?  Apa benar.  Atasannya tidak pernah menyangka.  Karena ini masalah besar maka berjenjang laporan Brimob ke atasan yang lebih tinggi sampai kemudian ke Kabareskrim,” ujar Hamdi Muluk.
Jadi meansrea atau niat jahat kata Prof Hamdi, lebih pada Rahmat. Ronny pada awalnya tidak tahu menahu sahabatnya Rahmat akan menyakiti korban Novel Baswedan.
Tim pengacara pun sempat menanyakan, adakah kemungkinan pelaku Rahmat Kadir adalah seorang psikopat.  Merujuk pada pemeriksaan psikologi, Prof Hamdi menjelaskan latar belakang pelaku.  Apakah psikopat, patological vailur dari prilaku kebohongan yang biasa.
“Maka saya lakukan pemeriksaan dan pemeriksaan tidak menunjukkan adanya kebohongan. Karena tidak mungkin anggota Brimob pasukan tempur menerima psikopat, apalagi setiap penugasan ada pemeriksaan psikologi, sementara psikopat itu melekat dan dibawa terus jadi pasti akan ketahuan atau terdeksi,” katanya.
Prof Hamdi menjelaska  ia juga diberikan data dari BAP, saya konfrontir, soal kemungkinan direkayasa atau (diperintah)?  Dari latar belakang tidak ada piskopat yang menunjukkan psikological vailure. Bahwa Rahmat lebih impulsif  atau bahasa mudahnya lebih brangasan, ujar Prof Hamdi.
Edy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

8  +  1  =