Nasional

Radhar dan Secangkir Kopi Panas

Channel9.id – Jakarta. Kabar mengagetkan bagi kalangan budayawan dan sastrawan Tanah Air, budayawan dan sastrawan Radhar Panca Dahana meninggal dunia, Kamis (22/4) pukul 20.00 WIB di RSCM.

Beberapa tahun lalu, sekitar 2014/2015, penulis pernah belajar dua semester bersama Pak Radhar demikian para mahasiswa memanggilnya di STAINU, kini jadi UNUSIA Jakarta. Setelah tahun itu, penulis sering bertemu dengan Pak Radhar setiap hari Jumat pagi di depan kampus UBK samping belakang RSCM.

Setiap bertemu itu, Pak Radhar sering diantar temannya atau kadang putranya nongkrong di warung kopi/indomie depan kampus UBK setelah menjalani cuci darah. Diketahui bertahun-tahun Pak Radhar divonis gagal ginjal, bahkan tiada hari yang ia lewati tanpa gangguan 2 hingga 3 penyakit dari sekitar 15 penyakit baru yang dipatkan setelah cuci darah.

Baca juga: Radhar Panca Dahana Meninggal Dunia

Sepengetahuan penulis yang baru kenal sedikit dengan Pak Radhar, RDP (sering juga nama singkatannya disebut para mahasiswa kalau sedang ngobrol bareng) baru tahu kalau beliau seorang penikmat kopi. Kemana-kemana beliau selalu membawa air panas sendiri di tempat air (serupa termos kecil), kopi serta gulanya.

Pak Radhar punya kebiasaan sendiri kalau menyeduh kopi. Setiap menyeduh kopi, serbuk kopi dia masukan bareng gula. Kemudian campuran kopi dan gula diaduk sampai bercampur benar tanpa air panas. Setelah itu campuran gula dan kopi kemudian ditetesi air panas sedikit kemudian diaduk lagi sampai seperti adonan kopi. Sejurus kemudian dia mencium aroma harum kopi dalam cangkir itu. Baru setelah itu kopi dalam cangkir atau gelas diseduh air panas. Lalu dia aduk lagi dengan hitungan 38/48 kali adukan sendok kecil. Penyajian secangkir kopi yang unik karena mengaduk seduhan kopi pun dihitung.

Kegemarannya sama kopi sampai-sampai Pak Radhar bikin YouToube “Kopi Panas”. Beliau nyeruput kopi panas dalam cangkir baru setelah itu beribicara mengulas persoalan-persoalan bangsa.

Beliau rutin membuat konten di YouTube sebulan sekali. Namun, sudah 2 bulan ini beliau tidak memposting konten channel Youtube-nya karena terakhir kali dia posting pada 16 Februari lalu.

Selain aktif menulis sastra, Pak Radhar adalah seorang budayawan yang berusaha berjuang untuk mengangkat cara pandang dan cara berpikir Nusantara alias kebudayaan bahari. Karena menurutnya, kebudayaan yang dikenal sebagai ‘budaya bahari’ tersebut sejatinya sudah terkubur dan akhirnya diambilalih oleh model ”kebudayaan baru” (yang dia katakan sebagai budaya kontinental) yang kemudian membentuk peradaban kita hari ini.

Budaya kontinental dalam benak Pak Radhar adal sebuah ”peradaban baru” yang dalam pendekatannya berpotensi melahirkan konflik, antara lain karena kecenderungannya yang dominatif dan materialistik. Model kebudayaan semacam itu jelas kian menjauhkan kita dari model kebudayaan yang membentuk peradaban sejatinya manusia kepulauan seperti Indonesia.

Dalam budaya bahari, menurut Pak Radhar semakin diyakinkan pada tesis awalnya: bahwa peradaban dan keadaban bangsa kepulauan ini sejatinya dilapisi oleh model kehidupan manusia sebagai individu yang komunal.

Mereka, kata Pak Radhar, mengembangkan peradaban dan keadaban sebagai ”manusia maritim”, di mana keberadaan individu-individu yang komunal itu secara eksistensial berangkat dari pemahaman dan kesadaran—dari ontologis hingga kosmologis—pada tata cara hidup dan kebudayaan yang berbasis pada dunia laut dan pesisir. Yaitu dunia bersama, yang mengartikulasikan kepentingan individu dalam konteks komunitas. Sebuah ciri khas peradaban ”manusia maritim”.

Di berbagai esainya yang berserakan di media masa, Pak Radhar selalu mengatakan bahwa manusia yang dibentuk oleh kultur laut dan pesisir adalah manusia yang membangun permukiman, sosial, ekonomi, dan politiknya dalam sebuah ’kota’ pantai atau bandar. Di sanalah manusia maritim Indonesia berkembang sesuai kondisi alamiah: menjadi masyarakat hibrid (melting pot society) yang berpikiran terbuka, adoptif, sekaligus adaptif. Menurut Pak Radhar, manusia maritim, itulah jati diri sesungguhnya bangsa ini.

Kecintaan pada kebudayaan dan kesenisn pula, Pak Radhar menjadi demonstran memprotes revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) Tim secara sepihak. Bahkan beliau sebagai Ketua Forum Peduli TIM bersama para budayawan dan seniman. Mereka menolak revitalisasi TIM oleh Gubernur DKI Anies Baswedan, karena tidak melibatkan para budayawan dan seniman.

Hingga Pak Radhar berorasi di atas tumpukan puing-puing bongkaran sebagian gedung TIM bersama para seniman yang menolak perombakan.

Pak Radhar berpendapat, TIM itu tempat berkebudayaan dan berkesenian. “Jangan digunakan untuk komersil,” ujar Pak Radhar ketika berdialog di Kompas TV, pagi hari tanggal 27 November 2019.

Pak Radhar menolak keras tujuan revitalisasi TIM. Salah satu yang ditolak keras adalah dibangunnya hotel di TIM, yang pembangunn hotel itu bertujuan agar ada pendapatan yang masuk untuk kemudian digunakan membiayai kegiatan kebudayaan. Namun menurut Pak Radhar, “Cara berpikirnya keliru kalau TIM dianggap membebani keuangan negara. Kebudayaan itu bukan cost. Kebudayaan itu investasi untuk membangun manusia.”

Bagi Pak Radhar, kegiatan kebudayaan itu merupakan bagian sangat penting bagi pembangunan manusia “Seharusnya pemerintah bukan hanya berinvestasi di bidang insfrastruktur fisik, namun juga manusia yang akan menjalankan infrastruktur fisik itu. Kebudayaan dan kesenian membentuk kualitas manusia. Kalau manusia tidak dibangun, maka hasilnya adalah manusia yang korup dan manipulatif,” imbuh Radhar.

Kini Pak Radhar sudah dipanggil oleh Allah SWT.  Namun jejak hidup Sang Budayawan itu dapat akan  tetap dikenang bahkan akan menjadi pelajaran bagi bangsa ini.

Selain itu semasa hidup Pak Radhar tercatat banyak menghasilkan karya tulis yang kemudian diterbitkan menjadi buku. Sebut saja beberapa karya diantaranya, Homo Theatricus (2001), Menjadi Manusia Indonesia (2001), Jejak Posmodernisme (2004), Inikah Kita; Mozaik Manusia Indonesia (2007), Agama dalam kearifan bahari (2015), Ekonomi cukup: kritik budaya pada kapitalisme (2015), Kebudayaan Dalam Politik. Kritik Pada Demokrasi (2015).

Sikap hidup yang sederhana dan komitmen yang sangat tinggi pada kebudayaan nusantara, Pak Radhar tidak pelit berbagi pengetahuan dan nasehat. Sehingga setiap kali penulis bertemu dengan Pak Radhar, selalu menunggu nasehat-nasehat penyemangat untuk menjalani hidup dan kehidupan. Semoga Pak Radhar husnul khatimah…aamiin ya Allah ya Robbal ‘aalamiin…

Igun/yana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

35  +    =  43