Channel9.id – Jakarta. Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga, Ramlan Surbakti menyatakan, presiden harus memiliki kepemimpinan politik transformatif untuk menciptakan pemerintahan presidensial yang efektif. Kepemimpinan tersebut diperlukan dalam hal membuat kebijakan publik (UU/APBN).
Dalam sistem presidensial, rencana kebijakan publik yang diusulkan oleh presiden, harus disetujui DPR.
Dalam proses itu, pemerintahan disebut efektif bila mampu membuat kebijakan publik yang sesuai dengan aspirasi rakyat dan mampu memecahkan masalah yang dihadapi bangsa. Bukan memenuhi kepentingan elite partai.
“Apakah presiden menggunakan kepemimpinan transformatif yang mengajak semua pihak untuk menyepakati suatu rumusan kebijakan publik yang tidak hanya sesuai dengan aspirasi rakyat tetapi juga mampu memecahkan masalah yang dihadapi bangsa,” kata Ramlan dalam Webinar DPP GMNI, Jumat (3/7) malam.
“Atau presiden menggunakan kepemimpinan transaksional, yakni persetujuan dan dukungan partai diperoleh dengan membagi pasal, anggaran, dan jabatan kepada mereka,” lanjutnya.
Terkait hal itu, Ramlan menyatakan, sejak reformasi, kebijakan publik yang diusulkan presiden tak pernah ditolak DPR. Menurut Ramlan, hal ini terjadi karena kepemimpinan politik yang digunakan adalah transaksional.
“Sejak reformasi, tidak pernah ada rancangan UU yang ditolak DPR. Sebab, proses pengambilan keputusan tidak berdasarkan musyawarah, tapi bagi-bagi pasal dan anggaran. Karena kepemimpinan itu yang dipakai, anggota DPR tidak melaksanakan janjinya kepada rakyat,” ucapnya.
Menurut Ramlan, penyimpangan yang muncul dari bagi-bagi pasal adalah korupsi.
“Makanya dahulu, dalam rapat APBN untuk proyek infrastruktur di Maluku-Maluku Utara. DPR dan pemerintah sepakat dana yang digunakan 52 triliun. Lalu dibagi dua, 25 triliun untuk DPR, sisanya pemerintah. Makanya ada anggota DPR dari PKB yang dipenjara selama 9 tahun, karena dia dapat fee dari proyek itu. Jadi itu jatah salah satu partai,” terangnya.
Dengan demikian, kepemimpinan seperti itu hanya membuat pemerintah tidak efektif. Hal itu hanya menguntungkan elite politik, bukan menguntungkan rakyat.
“Modelnya kebijakan kolusi. Ini tentu membuat pemerintahan tidak efektif. Tidak ada niat untuk kepentingan rakyat, tapi hanya menguntungkan elite partai sesuai kehendak partai,” pungkasnya.
(HY)