Nasional

Rancangan Perpres Tugas TNI Atasi Terorisme, Koalisi Masyarakat Sipil: Berlebihan

Koalisi Masyarakat Sipil: Rancangan Perpres Tugas TNI Atasi Terorisme Berlebihan

Channel9.id-Jakarta. Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) menolak rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme yang akan dibahas lebih lanjut di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Koalisi itu terdiri dari beberapa lembaga swadaya masyarakat seperti KontraS, Imparsial, Elsam, YLBHI, Amnesti Internasional Indonesia (AII), Indonesia Corruption Watch (ICW), LBH Pers, LBH Masyarakat, dan lainnya.

KMS menilai, rancangan Perpres itu mengancam kehidupan hak azasi manusia (HAM) di Indonesia karena memberi mandat yang sangat luas dan berlebihan kepada TNI. Apalagi pengaturan tersebut tidak diikuti mekanisme akuntabilitas militer yang jelas untuk tunduk pada sistem peradilan umum.

KMS pun menyoroti tidak adanya keharusan tunduk pada sistem peradilan umum oleh TNI lantaran terdapat sistem peradilan tersendiri bagi anggotanya selama melakukan operasi.

“Dengan tidak adanya keharusan tunduk pada sistem peradilan umum, tidak hanya berbahaya, tapi juga sama dengan memberikan cek kosong bagi militer. Jika terjadi kesalahan dalam operasi yang mengakibatkan terlanggarnya hak-hak warga negara, mekanisme pertanggungjawabannya pun menjadi tidak jelas,” kata KMS melalui keterangan resmi, Sabtu (09/05).

Dari segi pemberian kewenangan kepada militer untuk melakukan penindakan secara langsung dan mandiri dalam mengatasi ancaman kejahatan terorisme di dalam negeri pun dianggap tidak sejalan dengan hakikat pembentukannya sebagai alat pertahanan negara.

“Yang dilatih untuk menghadapi perang, bukan untuk penegakan hukum. Sehingga adalah salah dan keliru jika militer diberi kewenangan penindakan secara langsung dan mandiri di dalam negeri,” lanjutnya.

KMS menilai, militer tidak perlu memiliki kewenangan penangkalan dan penindakan terorisme lantaran sudah diatur dalam criminal justice system, yang mana penindakan tersebut dilakukan oleh aparat penegak hukum seperti kepolisian.

Namun, pelibatan TNI dalam penanganan tindak pidana terorisme di dalam negeri dalam dilakukan hanya sebatas pemberian bantuan kepada aparat penegak hukum yang berwajib apabila terdapat eskalasi teror yang tinggi.

Sehingga, secara prinsip penanganan tersebut tidak dapat idlakukan secara mandiri sebagaimana dijelaskan dalam rancangan Perpres itu, dan pelibatannya harus melalui keputusan politik negara.

Rancangan Perpres ini, dinilai KMS bertentangan dengan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI yang menyebutkan jika pelibatan militer dalam operasi militer selain perang yang salah satunya mengatasi tinda peidana terorisme dapat dilakukan jika sudah ada keputusan politik negara.

Persoalan lainnya, menurut KMS adalah terkait penggunaan anggaran daerah dan sumber lain di luar APBN. Penggunaan anggaran di luar APBN oleh TNI tidak sejalan dengan fungsi TNI yang bersifat terpusat, artinya anggaran untuk TNI hanya melalui APBN.

Oleh sebab itu, KMS meminta agar seluruh fraksi partai politik di DPR untuk menolak Rancangan Perpres tersebut karena memiliki masalah serius dalam substansi aturan yang tertera.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

5  +  4  =