Oleh: Michael F. Umbas*
Channel9.id-Jakarta. Tahun 2025 segera tutup buku. Momen ini bukan sekadar pergantian kalender, tapi sebuah etape pembuktian sejarah bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Setelah melewati fase transisi yang dinamis, tahun ini menjadi panggung pembuktian: janji kampanye tak lagi sebatas retorika, tapi dieksekusi menjadi kebijakan yang menyentuh urat nadi rakyat. Filosofinya sederhana namun menukik.
Dalam satu kesempatan, Presiden Prabowo menegaskan pesan krusial: pastikan program prioritas “dirasakan oleh rakyat, bukan hanya menjadi angka statistik.” Komitmen leadership ini selaras dengan pandangan Franklin D. Roosevelt, “The test of our progress is not whether we add more to the abundance of those who have much, but whether we provide enough for those who have too little.”
Pernyataan itu menjadi kompas moral kabinet. Kesuksesan tidak diukur dari tumpukan laporan di atas meja, melainkan dari dampak nyata di dapur dan dompet rakyat.
Mari sejenak kita pinggirkan kebisingan politik dan menatap realitas dengan jernih. Rapor tahun pertama ini menunjukkan grafik meyakinkan. Di tengah badai ketidakpastian global dan ancaman resesi, Indonesia justru mencatatkan anomali positif. Ketahanan fondasi ekonomi kita teruji.
Saat banyak negara maju sempoyongan dihajar inflasi, Indonesia berdiri tegak. Pertumbuhan ekonomi stabil di angka 5% dan inflasi berhasil dikurung di kisaran 2%. Harga bahan pokok terjaga, bukti mesin ekonomi bekerja efektif. Keberhasilan ini tak lepas dari pembenahan fundamental tata kelola data.
Dalam Rakornas Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) 13 November lalu, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya (mewakili Presiden) menegaskan bahwa data adalah fondasi mutlak. Tanpa data yang benar, kebijakan akan meleset. Hasilnya monumental, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kemiskinan nasional ditekan ke level 8,47%. Rekor terendah dalam sejarah modern bangsa. Ini bukti strategi pemerintah sukses membumi, mengangkat mereka yang paling rentan.
Kepercayaan dunia usaha pun terbayar lunas. Realisasi investasi menembus Rp 1.434 triliun, naik 13% dari tahun sebelumnya. Tak hanya angka di atas kertas, pemerintah bergerak taktis menerjemahkan investasi itu menjadi lapangan kerja.
Di panggung internasional, wibawa Indonesia kian menjulang. Diplomasi global kita makin diperhitungkan. Di bawah komando Presiden Prabowo, Indonesia bukan lagi penonton, melainkan pemain kunci (key player) yang strategis dalam percaturan geopolitik. Sikap tegas dan berdaulat di berbagai forum dunia membuat bangsa ini kembali disegani sebagai kekuatan besar yang mandiri.
Aneka kebijakan di dalam negeri pun terus digenjot untuk menyentuh kebutuhan dasar arus bawah. Pada Rapat Terbatas 9 September 2025, Seskab Teddy Indra Wijaya menjabarkan langkah konkret percepatan program prioritas. Mulai dari pengembangan 80 ribu Koperasi Desa Merah Putih hingga hilirisasi pertanian dan kelautan. Sinergi ini ampuh menyerap hampir 2 juta tenaga kerja baru hingga ke pelosok desa.
Capaian impresif juga terlihat pada sektor strategis lain. Mimpi lama bangsa akan kemandirian mulai terwujud lewat swasembada pangan. Ketahanan pangan nasional kini bukan sekadar jargon. Stok pangan dalam negeri melimpah, ketergantungan impor ditekan drastis.
Napas pembangunan ini juga berhembus ke pesisir lewat program revitalisasi Kampung Nelayan. Wajah permukiman nelayan yang dulunya kumuh kini disulap menjadi kawasan maju, lengkap dengan infrastruktur sanitasi, hunian layak, dan fasilitas pelelangan ikan modern. Kebijakan ini mengangkat derajat hidup para pahlawan protein bangsa kita secara langsung.
Upaya menyentuh jantung kesejahteraan rakyat terus dilakukan simultan. Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang sempat dipandang skeptis, kini membungkam keraguan lewat aksi nyata, mampu menjangkau puluhan juta penerima manfaat dalam 11 bulan. Seperti kata Anne Frank, “How wonderful it is that nobody need wait a single moment before starting to improve the world.” Semangat inilah yang menjadi roh intervensi sosial pemerintah yang tidak menunggu sempurna, tapi bergerak setapak demi setapak menghapus ketidakadilan.
Transformasi SDM juga digenjot lewat Sekolah Rakyat. Sekolah khusus gagasan Presiden Prabowo ini telah berjalan sangat baik, menjadi oase bagi akses pendidikan berkualitas. Kehadirannya memastikan anak-anak keluarga prasejahtera mendapat hak pendidikan setara dengan fasilitas mumpuni. Sebuah investasi jangka panjang memutus rantai kemiskinan lewat kecerdasan.
Di sektor papan, pemerintah merealisasikan 26 ribu unit rumah rakyat, melampaui target awal. Ini bukti transformasi kesejahteraan konkret, memberikan atap layak bagi keluarga Indonesia merajut mimpi.
Namun, ujian kepemimpinan sesungguhnya hadir saat bencana dahsyat menghantam Sumatera. Di sinilah manajemen krisis pemerintah diuji. Respons berkecepatan tinggi pemerintah, meskipun tidak berstatus bencana nasional tapi semua kekuatan nasional bergerak simultan ke wilayah bencana.
Hanya dalam satu bulan, isolasi wilayah didobrak. Konektivitas di 52 kabupaten pulih dengan berdirinya 12 jembatan Bailey dalam waktu rekor satu minggu dimana lazimnya memakan waktu sebulan. Pemulihan kehidupan dasar berjalan paralel, Kemenkes memastikan 100% RS terdampak kembali melayani pasien, hunian sementara pun tegak berdiri dan digenjot pembangunannya siang malam oleh Danantara dan Kementerian PU.
Kecepatan ini menegaskan karakter kerja yang tidak menunggu. “Action is a remedy to despair,” kata Joan Baez. Momentum krisis menuntut tindakan langsung, bukan kontemplasi tanpa ujung.
Roda kehidupan berangsur normal, pasar kembali hidup. Menko PMK menargetkan aktivitas belajar tatap muka stabil total mulai 5 Januari 2026. Pola kerja simultan dan supercepat ini, menurut Seskab Teddy, tak lepas dari komitmen kuat Presiden Prabowo yang memberi komando langsung kepada jajaran kementerian dan TNI/Polri.
Tentu, di balik capaian statistik dan penanganan krisis yang responsif, kita harus jujur bahwa pekerjaan rumah masih menumpuk. Struktur ketenagakerjaan di beberapa sektor perlu pembenahan, ketimpangan desa-kota masih menunggu sentuhan kebijakan akseleratif. Kritik publik sepanjang tahun harus tetap menjadi vitamin demokrasi. Pemerintah wajib terus responsif.
Menutup lembaran 2025, konklusinya jelas: fondasi telah diletakkan dan berdiri tegak, orkestrasi kebijakan pun berjalan harmonis dan rakyat mulai berdaya. Tahun 2025 tentu adalah awal yang kokoh, namun visi Indonesia Emas 2045 tetap menuntut lebih dari sekadar capaian setahun namun harus mampu merepresentasikan trend yang positif dan berkelanjutan.
Václav Havel mengingatkan kita: “Vision is not enough. It must be combined with venture. It is not enough to stare up the steps, we must step up the stairs.”
Tugas selanjutnya adalah memacu akselerasi, memastikan pemulihan pascabencana tuntas, dan menjamin setiap rupiah anggaran negara bermuara pada kesejahteraan rakyat.
Mengutip pernyataan Menteri Agama, Prof Dr KH Nasaruddin Umar, MA pada perayaan Natal Kementerian Agama beberapa hari lalu: marilah kita belajar dari lilin yang rela tubuhnya terbakar demi menghasilkan cahaya yang menerangi semua. Lilin tidak mengutuk kegelapan, melainkan memberi dirinya sebagai korban untuk menjadi terang bagi yang lain. Semoga ini menjadi refleksi bagi saya dan kita semua sebagai anak bangsa.
Selamat Tinggal 2025. Mari sambut 2026 dengan optimisme yang menyala.
*Eks Wakil Sekretaris TKN Prabowo-Gibran





