Ekbis

Refleksi Akhir Tahun, PBNU: Ketimpangan Ekonomi Masih Tinggi

Channel9.id – Jakarta. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyampaikan, sejumlah refleksi dan tausiyah kebangsaan menutup lembaran 2020 serta menyongsong fajar 2021. Salah satu refleksi yang disorot yakni mengenai keadilan sosial.

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyampaikan, keadilan sosial dalam orientasi pembangunan ekonomi belum dijalankan dalam bingkai untuk memajukan kesejahteraan umum. Termasuk menciptakan kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia.

“PBNU memandang bahwa watak pembangunan ekonomi masih sangat eksklusif dan cenderung tidak ada moderasi dalam bidang ekonomi. Sektor ekonomi dalam skala nasional masih hanya bisa dinikmati oleh beberapa orang dalam jumlah yang sangat sedikit,” kata Kiai Said di Kantor PBNU Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat dilansir NuOnline, pada Selasa (29/12/2020).

Baca juga: Rizal Ramli Ungkap Kegagalan Capaian Ekonomi Tahun 2020

Mengutip data dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) pada 2019, survei itu menunjukkan bahwa satu persen orang Indonesia menguasai 50 persen aset nasional.

“Terdapat konglomerat di  Indonesia yang menguasai lima setengah juta hektar. Bahkan merujuk data dari Oxfam, kekayaan empat orang terkaya di Indonesia setara dengan harta 100 juta orang miskin,” ungkap Pengasuh Pesantren Luhur Al-Tsaqafah Ciganjur, Jakarta Selatan itu.

Kemudian berdasarkan berita resmi statistik Juli 2020, tingkat Gini Ratio Indonesia berada pada angka 0,381. Angka ini meningkat 0,001 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2019 yang sebesar 0,380. Kemudian menurun 0,001 poin dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2019 yang sebesar 0,382.

“Salah satu faktor kenaikan itu dipengaruhi oleh pandemi Covid-19 yang membuat pendapatan seluruh masyarakat mengalami penurunan,” jelas Kiai Said.

Dalam hal ini, PBNU melihat bahwa ketimpangan ekonomi di Indonesia terjadi karena tiga hal. Pertama, tradisi korupsi yang diwariskan pemerintahan orde baru hingga saat ini menjadi budaya.

“Kedua, pembangunan ekonomi masih berorientasi pada pertumbuhan, belum berorientasi pada pemerataan. Ketiga, adanya political capture (gambaran politik) yang kuat yakni orang-orang kaya dapat mempengaruhi kebijakan yang menguntungkan mereka,” kata Kiai Said.

Dia pun mengutip amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi, bumi dan air adalah kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun, PBNU melihat belum adanya pengarusutamaan paradigma pemanfaatan SDA Indonesia untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Padahal, para pendiri bangsa mengajarkan sigma SDA yang begitu luhur. Jika dibagi dengan jumlah penduduk maka tidak boleh ada satu pun rakyat miskin di Indonesia.

Karena itu, PBNU mendorong agar akses keadilan terus ditingkatkan. Terlebih akses keadilan ekonomi bagi masyarakat yang tidak memiliki kekuatan. Hal itu dapat dilakukan melalui peran konstitusional, yakni negara harus selalu hadir untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  12  =  19