Hot Topic

Rektor UNJ Jelaskan Sejumlah Tantangan dan Peluang PJJ di 2021

Channel9.id – Jakarta. Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Komarudin menyampaikan sejumlah tantangan terkait pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di 2021. Komarudin melihat tantangan itu dari aspek Sosio-kultural, geografis dan aspek Ekonomi.

Komarudin menyampaikan, belum meratanya akses kepada PJJ masih menjadi tantangan ke depan. Tidak meratanya akses berkaitan dengan kendala sinyal telekomunikasi, ekonomi dalam wujud penyediaan kuota internet dan device/alat yang memungkinkan siswa mengakses materi pembelajaran.

“Maupun hambatan geografis membuat guru, orang tua, dan siswa kesulitan melakukan PJJ,” kata Komarudin dalam Webinar ‘Refleksi Pendidikan Akhir Tahun di Masa Pandemi’ yang diadakan ISNU DKI Jakarta, Kamis 31 Desember 2020.

Selain akses, Komarudin menilai, belum meratanya literasi PJJ. Bahkan literasi baca-tulis membuat guru harus turun tangan langsung ke tempat siswa untuk memastikan literasi PJJ maupun baca-tulis ini teratasi.

“Karenanya, perlu adanya konteks interaksi agar PJJ mirip dengan pembelajaran tatap muka, seperti guru tetap mengajar di sekolah, sehingga konteks kegiatan belajar mengajar (KBM) di laboratorium atau di kelas tidak menghilang. Hal ini membutuhkan adanya pembuatan Studio PJJ di sekolah yang memadai,” kata Komarudin.

Tantangan lain berhubungan dengan kelincahan adaptasi pengajar yang berusia lanjut. Pun para pengahar yang sebelumnya belum banyak berinteraksi dengan alat pembelajaran PJJ. Menurut Komarudin, mereka membutuhkan bantuan dari pengajar lain maupun pihak lain yang dapat membantu pengajar bersangkutan.

Kemudian, ada tantangan geografis pada wilayah terpencil atau terbelakang di Indonesia yang mengakibatkan siswa terkendala akses media pembelajaran PJJ.

“Atau guru yang sulit untuk menjangkau mereka berdampak pada potensi berhentinya siswa/peserta didik yang jauh dari sekolah,” ujarnya.

Selain itu, ketahanan belajar PJJ yang rata-rata hanya 4 jam pembelajaran atau 50-70% dari kondisi normal perlu menjadi catatan. Sebab, jumlah jam belajar otomatis menurun dan berpotensi menurunkan mutu sekaligus serapan materi pelajaran.

“Terakhir, pada siswa dengan disabilitas yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa terdapat juga tantangan budaya yang melingkupi interaktivitas, orang tua murid yang kesulitan memberikan pelajaran, dan masalah-masalah lain yang sebelumnya diuraikan,” ujarnya.

Kendati memiliki sejumlah tantangan, Komarudin menilai PJJ juga memberikan peluang yang bisa dimanfaatkan dengan baik.

Menurut Komarudin, PJJ dapat menumbuhkan semangat literasi digital ke arah cerdas digital. Dengan peningkatan intensitas pembelajaran berbasis online, mau tidak mau mendorong siswa dan guru untuk memanfaatkan internet sebagai penunjang kelancaran proses pendidikan.

“Kemudian, memperluas proses pembelajaran menembus ruang dan waktu. Larangan belajar offline/tatap muka selama pandemi memberikan semakin lebih banyak waktu untuk belajar dan tidak terbatas pada ruang dan waktu. Siswa maupun Guru lebih memiliki banyak kesempatan untuk menggali dan menemukan hal-hal baru yang menarik untuk dipelajari dari berbagai sumber ilmu yang tidak terbatas,” kata Komarudin.

Kemudian juga memberikan ruang refleksi diri kepada para siswa, guru, dan orangtua. Refleksi yang dimaksud dalam hal ini memberikan semangat belajar yang lebih tinggi.

“Sebelum pandemi terjadi, aktivitas di sekolah sering dianggap sebagai kegiatan yang monoton. Namun, hal ini berbeda setelah pandemi terjadi. Baik siswa maupun guru, merindukan kultur sekolah yang sebenarnya lebih menyenangkan,” ujar Komarudin.

“Hal ini dapat dilihat dari berbagai postingan para pelajar yang menginginkan agar pandemi segera berlalu, sehingga dapat menjalankan aktivitas belajar di sekolah sebagaimana yang terjadi sebelum pandemi,” pungkasnya.

(HY)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

51  +    =  61