ott oknum kejagung
Hukum

Rentetan OTT KPK Ungkap Krisis Integritas Aparat, Kejagung Percepat Pembersihan Internal

Channel9.id, Jakarta — Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tiga wilayah menjelang akhir 2025 menyoroti persoalan serius pada integritas aparat penegak hukum. Dalam kurun waktu singkat, KPK mengamankan sejumlah jaksa dan pihak terkait di Kabupaten Tangerang, Hulu Sungai Utara (HSU), dan Bekasi.

Rangkaian OTT tersebut menjadi sinyal kuat bahwa praktik korupsi masih mengakar di institusi penegakan hukum, sekaligus mendorong respons cepat dari Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk melakukan pembersihan internal.

Pemerasan WNA dan Dugaan Kebocoran OTT

Di Kabupaten Tangerang, KPK mengungkap dugaan pemerasan terhadap warga negara asing (WNA) asal Korea Selatan. Dalam operasi ini, sembilan orang diamankan, termasuk Kasubbag Daskrimti dan Perpustakaan Kejati Banten Redy Zulkarnaen, dua pengacara, serta enam pihak swasta. KPK turut menyita uang tunai Rp900 juta.

Namun, operasi ini juga diwarnai dugaan kebocoran informasi. Dua jaksa yang seharusnya ikut diamankan—Kasipidum Kejari Tigaraksa Herdian Malda Ksastria dan jaksa penuntut umum Rivaldo Valini—tidak tertangkap dalam OTT.

Penanganan perkara pemerasan WNA tersebut kemudian dilimpahkan KPK kepada Kejagung. Setelah pemeriksaan intensif, lima orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Redy Zulkarnaen, Rivaldo Valini, Herdian Malda Ksastria, pengacara berinisial DF, dan penerjemah berinisial MS.

Kasus yang dinilai paling mencerminkan korupsi struktural terjadi di Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara. KPK mengamankan 21 orang dalam OTT, enam di antaranya dibawa ke Gedung Merah Putih KPK.

Dari hasil penyidikan, KPK menetapkan tiga jaksa sebagai tersangka, yakni Kajari HSU Albertinus P. Napitupulu, Kasi Intel Asis Budianto, dan Kasi Datun Tri Taruna Fariadi. Namun hingga kini, Tri Taruna masih berstatus buron setelah diduga melarikan diri saat OTT berlangsung.

Kasus ini berkaitan dengan dugaan suap dalam penanganan perkara pejabat daerah yang dilaporkan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM). Albertinus diduga menerima aliran dana hingga ratusan juta rupiah, baik secara langsung maupun melalui perantara, serta memotong anggaran internal Kejari HSU untuk kepentingan pribadi.

Sementara itu, Tri Taruna Fariadi diduga menerima total Rp1,07 miliar dari berbagai sumber.

OTT Bekasi: Kepala Daerah Jadi Sorotan

Berbeda dengan dua wilayah lainnya, OTT di Bekasi tidak menyasar jaksa secara langsung. KPK sempat menggeledah dan menyegel dua rumah Kepala Kejari Kabupaten Bekasi Eddy Sumarman, namun penyidik menilai belum cukup bukti untuk menetapkannya sebagai tersangka.

Sorotan utama dalam OTT Bekasi justru mengarah kepada Bupati Bekasi Ade Kuswara. KPK menduga Ade terlibat praktik suap proyek dengan skema “ijon” sejak awal menjabat. Total nilai suap yang diselidiki mencapai Rp14,2 miliar, dengan aliran dana yang melibatkan ayah Ade, HM Kunang, dan pihak swasta bernama Sarjan.

Berdasarkan gelar perkara, KPK menetapkan Ade Kuswara, HM Kunang, dan Sarjan sebagai tersangka. Ade dan ayahnya dijerat pasal suap dan gratifikasi, sementara Sarjan disangkakan sebagai pemberi suap.

Menanggapi rentetan OTT tersebut, Kejagung langsung mencopot dan menonaktifkan seluruh jaksa yang terlibat. Mereka antara lain Albertinus P. Napitupulu, Asis Budianto, Tri Taruna Fariadi, Redy Zulkarnaen, Herdian Malda Ksastria, dan Rivaldo Valini.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna menyatakan, penonaktifan tersebut berdampak langsung pada penghentian sementara gaji dan tunjangan para jaksa hingga perkara berkekuatan hukum tetap.

“Karena dinonaktifkan, otomatis gaji dan tunjangan dihentikan sementara,” ujar Anang, Senin (22/12/2025).

Anang menegaskan Kejagung tidak akan mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan. Sebaliknya, institusinya memastikan siap membantu KPK, termasuk dalam upaya pencarian jaksa Tri Taruna Fariadi yang masih buron.

“Kalau memang ditemukan, tentu akan kami serahkan kepada penyidik KPK,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

9  +  1  =