Mafia beras
Ekbis

Rp99 Triliun Kerugian Konsumen: Pemerintah Bongkar Praktik Curang di Pasar Beras

Channel9.id, Jakarta — Pemerintah akhirnya bertindak tegas terhadap praktik curang yang meresahkan konsumen. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman melaporkan 212 merek beras ke Kapolri dan Jaksa Agung setelah ditemukan berbagai pelanggaran serius terhadap standar mutu, berat, dan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Laporan ini merupakan hasil investigasi lapangan yang dilakukan secara intensif oleh tim gabungan lintas lembaga sejak awal Juni 2025.

“Negara tidak boleh kalah dengan mafia pangan,” tegas Amran dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Pertanian, Jumat (27/6). Ia menyebut bahwa data lengkap, termasuk nama perusahaan dan merek-merek beras bermasalah, telah diserahkan langsung kepada aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti.

Investigasi tersebut dilakukan pada 6–23 Juni lalu, mencakup 268 sampel dari 212 merek beras yang beredar di 10 provinsi. Uji laboratorium melibatkan dua kategori beras, yaitu premium dan medium, dan dilakukan di 13 laboratorium independen. Hasilnya mencengangkan: mayoritas beras yang beredar ternyata tidak memenuhi standar nasional.

Pada kategori beras premium, lebih dari 85 persen sampel tidak sesuai dengan standar mutu. Bahkan, hampir 60 persen dijual dengan harga di atas HET, sementara sekitar 21 persen terbukti memiliki berat bersih lebih rendah daripada yang tercantum dalam kemasan. Sementara itu, kondisi beras medium bahkan lebih memprihatinkan: hampir 90 persen tidak memenuhi standar mutu, dan lebih dari 95 persen dijual dengan harga melebihi HET. Tak hanya itu, sekitar 9 persen di antaranya juga terbukti menipu konsumen lewat label berat palsu.

Potensi kerugian akibat praktik manipulatif ini, menurut Menteri Amran, bisa menembus angka fantastis: Rp99 triliun. Kerugian ini tidak hanya dirasakan secara ekonomi, tetapi juga menggerus kepercayaan masyarakat terhadap distribusi pangan nasional.

Meski enggan mempublikasikan daftar perusahaan yang terlibat, Amran menegaskan bahwa semua pihak yang terbukti melanggar akan ditindak. “Sudah kami deteksi, tapi maaf, ini kami jalankan senyap. Silent tapi mematikan,” ujarnya.

Langkah Menteri Amran ini didukung penuh oleh Satgas Pangan Mabes Polri. Brigjen Pol Helfi Assegaf, selaku Kepala Satgas Pangan, menyatakan bahwa pelanggaran tersebut merupakan tindak pidana yang diancam dengan hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda hingga Rp2 miliar. Ia menambahkan bahwa pemerintah memberikan tenggat waktu hingga 10 Juli 2025 bagi pihak-pihak terkait untuk menyesuaikan kembali produk mereka dengan standar yang berlaku. Jika masih ditemukan pelanggaran setelah tanggal tersebut, penegakan hukum akan dilakukan tanpa kompromi.

Kebijakan HET sendiri telah ditetapkan pemerintah berdasarkan wilayah. Misalnya, di Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan, HET beras premium dipatok pada Rp14.900 per kilogram, sementara untuk beras medium sebesar Rp12.500. HET ini berbeda-beda tergantung pada wilayah, namun seluruhnya bertujuan untuk menjamin akses masyarakat terhadap pangan dengan harga yang wajar.

Dalam pernyataannya, Amran juga mengimbau para pelaku usaha di sektor beras untuk berhenti melakukan praktik-praktik curang dan mulai berbenah. “Kami memohon kepada seluruh saudaraku, sahabatku di sektor pangan, mari kita koreksi dan perbaiki. Ini tidak boleh terjadi lagi,” katanya.

Skandal 212 merek beras ini menjadi alarm keras bagi pemerintah dan masyarakat bahwa pengawasan terhadap komoditas pangan tidak boleh longgar. Di tengah tekanan harga dan daya beli masyarakat yang semakin tergerus, keadilan dan transparansi dalam rantai distribusi pangan adalah harga mati. Negara, kali ini, memilih untuk berdiri bersama konsumen.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

7  +  1  =