Opini

Salat Jumat Dua Kloter di New York (2)

Oleh: Wahyu Muryadi*

Channel9.id-Jakarta. Langkah berani inilah yang ditempuh Dewan Masjid Indonesia. Guna menghindari penularan Covid 19 melalui klaster masjid, maka ormas peduli masjid yang dipimpin oleh mantan Wapres Muhammad Jusuf Kalla itu menerbitkan panduan pengaturan jamaah Salat Jumat dua gelombang.

Salat Jumat diatur secara bergiliran berdasarkan nomor henfon ganjil genap jamaah. Atau posisi lantai kantor jika jemaah bekerja di gedung bertingkat. Surat diteken JK dan disebarluaskan pada 16 Juni 2020.

JK mengilustrasikan akibat buruk yang bisa saja terjadi jika Jumatan tumplek-blek sampai ke jalan.Tempatnya tak steril. Jika ada jemaah yang terkena covid lalu meludah ke jalan dan mengenai sajadah yang digelar di jalanan, bisa menular. Berabe bin gawat.  lni bisa dibilang argumentasi berdasar dalil aqly.

Berbeda dengan Majelis Ulama Indonesia Pusat. Ormas Islam ini memilih pendapat yang pertama, yang ketat–mungkin juga kaku. Fatwa MUI yang diputuskan melalui Musyawarah  Nasional VI di Jakarta  pada 28 Juli 2000 lalu itu menetapkan: Jumatan dua gelombang di tempat yang sama pada waktu berbeda hukumnya tidak sah, meskipun terdapat udzur syar’i. Pokoknya, tidak boleh, dan tidak sah. Titik.

Rujukannya diambil dari sejumlah ayat Quran tentang hukum asal dalam ibadah yang harus mengikuti ketentuan syariat (tauqif).  Plus ikut petunjuk dan contoh yang diberikan Nabi Muhammad SAW atawa ittiba. Dijadikan pertimbangan pula sejumlah  dalil yang menghukumi  Salat Jumat fardu ‘ain, kewajiban mutlak yang tak bisa diwakilkan.

Fatwa yang diteken Ketua MUI Umar Shihab dan Sekretaris Dien Syamsuddin  itu juga menyitir pendapat ulama pengikut imam mazhab yang empat:  Hanafi, Syafi’i, Maliki, Hanbali. Singkat kata, begitu pendapat ulama mazhab arba’ah, sebagaimana  disebutkan MUI, barangsiapa yang tidak dapat melaksanakan salat Jumat hanya diwajibkan menunaikan salat Zuhur.

MUI juga mengutip berita koran Al Jumhuriyah yang terbit di Mesir, edisi 7 April 1955. Surat kabar itu mengutip fatwa (sayang tak dijelaskan siapa nama ulama atau nama organisasinya) kewajiban perempuan salat Jumat yang dilakukan sebelum Jumatan kaum pria. Pendapat ini ditentang keras ulama kondang saat itu, Syaikh Mahmud Syaltut. Teolog dan Rektor Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir ini menganggap hal itu sebagai tasyri’ atawa penetapan hukum yang tidak diizinkan Allah SWT.

Bagaimana dengan di Indonesia? Fatwa MUI ini bisa saja klop untuk dijadikan acuan. Kondisi dan konteks di Republik memang berbeda dengan di negara lain yang muslimnya minoritas, apalagi masjidnya terbatas. Meski kaum muslimin yang Jumatan di seantero negeri meluber, tapi bukankah jumlah masjid yang tersedia juga sangatlah banyak. Jadi, tak ada alasan membikin dua gelombang  atau lebih.

Bagi yang mau mengikatkan diri dengan fatwa MUI ini silakan. Tafaddal. Bagus-bagus saja. Bagi yang menanggapnya sebagai hasil konsensus rame-rame yang tidak mengikat, atau sejalan dengan keputusan Dewan Masjid Indonesia, sehingga memilih  berpegangan pada fatwa diperbolehkannya Jumatan lebih dari satu gelombang  karena udzur syar’i juga monggo. Sami mawon.

Bagaimana jika suatu negeri masjidnya terbatas, sedangkan antrean umatnya mengular? Kalau jemaahnya  sampai meluber di jalanan, di negara manca bisa kena pasal karena mengganggu  ketertiban umum. Di masa pandemi barusan, kata Pak JK, lnggris bahkan sampai memberlakukan Jumatan tiga gelombang.

Dus, tampaknya Jumatan saya di Manhattan itu, kalau menurut fatwa MUI, cuma diganjar melandai senilai salat Lohor. Tak jadi soal. lngat sabda masyhur Kanjeng Nabi Muhammad  SAW yang diriwayatkan  Imam Bukhari dan Muslim: yassiru wala tu’assiru, bassiru wala tunaffiru.  Makna hadis sahih itu lebih-kurang begini: permudahlah, jangan kau persulit, gembirakanlah  jangan (agama) membuat mereka lari.

Jangan salah faham. Bukan berarti saya mau enaknya saja, atau semau gue. Terus-terang, saya memang cenderung rileks dalam beribadah. Dalam arti, tak mau bikin perhitungan njelimet dengan Sang Khalik. Saya malas membawa kalkulator untuk menghitung-apalagi menuntut- seberapa banyak ganjaran wal pahala yang saya dapatkan dalam urusan ibadah.

Terserah Gusti Allah …

Baca juga: Salat Jumat Dua Kloter di New York 

Catatan: Artikel ini diambil  dan disempurnakan pada Selasa 5 April 2022 (3 Ramadan 1443H) dari tulisan kolom pada Edisi  Khusus Ramadan Koran Tempo, Jumat, 16 Juni 2017.

*eks Kepala Biro Protokol Istana Kepresidenan Era Gus Dur pada 1999-2021, mantan Pemimpin Redaksi Tempo

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  81  =  91