Opini

Sejumlah Tanya di Balik Kontroversi PB Djarum-KPAI

Oleh: Erlinda*

Channel9.id-Jakarta. Beberapa hari terakhir ini kita diriuhkan oleh keputusan PB Djarum, sebuah perkumpulan bulutangkis yang sudah berusia 50 tahun, yang akan menghentikan proses audisi beasiswa bulutangkis bagi anak-anak mulai tahun 2020 mendatang. Program audisi tahun 2019 ini akan menjadi yang penghabisan. Langkah ini diambil PB Djarum setelah mereka diprotes Komisi Perlindungan Anak  Indonesia (KPAI)—yang melihat aktivitas audisi sebagai kegiatan eksploitasi anak untuk kepentingan produk rokok.

PB Djarum berada di bawah Djarum Foundation—sebuah yayasan sosial pengelola dan penyelenggara kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) PT Djarum, konglomerasi yang bergerak di banyak bisnis, mencakup produk tembakau, perbankan, property, dan perdagangan. Harus diakui, nama Djarum amat dikenal sebagai salah satu produsen rokok terkemuka di Indonesia.

Di lingkup badminton, Djarum adalah nama besar. Sejak awal tahun 1970-an, klub PB Djarum menjadi pemasok utama atlet nasional yang berprestasi di tingkat dunia. Liem Swie King datang dari klub itu. Begitu pula Arbi bersaudara; Hastomo, Edy Hartono, Hariyanto. Lalu ada  Christian Hadinata, Kartono, Denny Kantono, Sigit Budiarto, sampai ke generasi terbaru, Kevin Sanjaya.

Saat ini Djarum memasok lebih dari separuh atlet di Pelatnas Bulutangkis. Sebagian besar adalah atlet hasil audisi. Bagi anak-anak penggemar bulutangkis, audisi PB Djarum adalah gerbang terbesar dalam upaya meraih mimpi mereka menjadi atlet kelas dunia.

Namun kegiatan audisi mendapat protes dari LSM Lentara Anak. Mereka menilai ada eksploitasi anak-anak dalam program tersebut. Soalnya, ada penyematan logo dan merek pada atribut yang digunakan anak-anak. LSM Lentara anak mengadu pada KPAI dan KPAI setuju 100%.

Lalu, KPAI menuding PB Djarum melanggar Peraturan Pemerintah Nomor (PP) 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. KPAI meminta nama audisi tidak lagi menyebut nama Djarum. Tak ada ada logo dan merek Djarum pada pakaian yang dikenakan dalam kegiatan itu.

Djarum Foundation bersedia tidak menyertakan mereknya pada event bulu tangkis yang mereka gelar. Pun setuju untuk tidak menyematkan logo Djarum pada jersey anak-anak peserta audisi. Tapi KPAI meminta semua yang terlibat di acara itu tak mengenakan pakaian dengan logo dan merek Djarum—termasuk pengurus yayasan dan para pelatih. Djarum menolak. Mereka lebih baik menyetop audisi mulai tahun depan.

Sejak itu polemik melebar.  Bulutangkis adalah olahraga andalan Indonesia. Atlet dari PB Djarum sudah beberapa kali menjadi juara dunia dan Olimpiade. Tapi, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Kementerian Kesehatan sepakat menyatakan bahwa logo PB Djarum pada baju yang dipakai saat audisi adalah bentuk eksploitasi anak karena telah memanfaatkan tubuh anak menajdi iklan berjalan.

Logo PB Djarum.dianggap identik dengan dengan PT Djarum dan produk rokoknya. Jasa PB Djarum di bidang bulutangkis dan repurasi mereka selama 50 tahun dinilai tak ada artinya. Di saat yang sama, muncul sejumlah pertanyaan atas kontroversi itu. Saya mencatat beberapa pertanyaan tersebut antara lain

·         Mengapa tidak ada tanggapan dan tindakan tegas atas kampanye gambar dan atribut khilafah serta pemahaman radikal yang menyertakan anak-anak?

·         Apakah logo pada Sampoerna Academy dan Sampoerna Foundation yang bergerak di lingkungan pendidikan merupakan pelanggaran? Selain Djarum, Sampoerna adalah produsen rokok terkemuka di negeri ini. Apakah kegiatan ini juga merupakan kegiatan pemanfaatan anak atau  eksploitasi anak?

·         Mengapa iklan susu formula dan susu kental manis yang melibatkan anak tidak dianggap sebagai bentuk pelanggaran atau eksploitasi anak?  Bukankah pemerintah terus mengkampanyekan gerakan Air Susu Ibu untuk bayi?

·         PB Djarum sudah berdiri sejak tahun 1969, sudah 50 tahun, dan mereka  melakukan pembinaan anak berbakat melalui audisi sejak tahun 2006. Di sisi lain, PP 109 baru terbit pada tahun 2012. Mengapa baru sekarang aktivitas audisi PB Djarum dipermasalahkan?

·         Apakah sudah ada kajian dan riset secara mendalam benar, dengan menggunakan metode yang ketat, tentang pengaruh kegiatan audisi anak yang menggunakan kaos berlogo brand rokok dengan peningkatan jumlah perokok usia anak?

·         Apakah telah dilakukan kajian bahwa anak yang menjadi pecandu rokok terpapar hanya dari baju yang dipakai?  Bagaimana dengan iklan rokok yang terpampang di jalan strategis dan tayangan TV serta iklan pada media sosial serta pada HP yang mereka gunakan?

·         Bagaimana nasib anak bangsa yang tidak mempunyai kemampuan ekonomi memadai untuk melatih bakat mereka bisa tetap memelihara harapan, sementara audisi dihentikan dan APBN belum mampu untuk membiayai urusan tersebut?

·         Mengapa harus menggunakan pendekatan kekuasaan dalam menangani masalah audisi bulutangkis ini? Seperti menggunakan senajat api untuk membunuh seekor tikus di dalam rumah sehingga semua rumah itu malah rusak parah?

Pertanyaan-pertanyaan itu mengemuka di sebagian kalangan masyarakat karena mereka cemas dengan masa depan bulutangkis Indonesia. Di samping itu, mereka, seperti saya, tidak melihat adanya unsur eksplotasi dalam kegiatan audisi bulutangkis. Bahwa ada yang perlu diperbaiki dalam penyematan logo dan merek, sejatinya itu bisa dibicarakan dengan kepala dingin. Bukan dengan pendekatan kuasa dan mentang-mentang.

Mudah-mudahan, kisruh PB Djarum dan KPAI ini masih bisa dicarikan solusinya.  Sekaligus, KPAI dapat menjawab secara konsekuen daftar pertanyaan di atas tadi.

*Pegiat hak anak, Komisioner KPAI 2014-2017

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  12  =  20