Channel9.id – Jakarta. Serikat Karyawan Perum Percetakan Indonesia (Sekar PNRI) menyampaikan, hanya di zaman kepemimpinan Dirut PNRI 2009 – 2013 Isnu Edhi Wijaya, karyawan PNRI mendapatkan kesejahteraan.
Ketika Isnu Edhy Wijaya menjadi direktur utama, karyawan dan perusahaan membuat Surat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan disetujui kedua belah pihak. PKB tersebut salah satunya berisi soal upah lembur yang sesuai dengan Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Ketua Sekar PNRI periode 2009-2015 H Sutisna menyampaikan, berdasarkan peraturan tersebut, upah lembur per 1 jam dihitung dengan rumus 1/173 x Take home pay (THP) karyawan. Dirut sebelum Isnu, tidak menggunakan peraturan itu untuk menghitung lembur karyawan. Saat Isnu menjabat, perhitungan upah lembur menggunakan aturan tersebut. Keputusan itu sangat membantu perekonomian para pekerja.
“Ketika zaman Pak Isnu dibuat 1/173 itu kali THP itu sudah sesuai aturan. Kalau sebelumnya cuma Rp1.500 per 1 jam, pak. Jadi kalau kita dari pagi ketemu pagi cuma dapat Rp36.000. Waktu zaman Pak Isnu, 1/173 itu dipakai. Bayangkan pak, 3 jam saja karyawan sudah dapat Rp72.000. Ini sangat membantu perekonomian teman-teman,” kata Sutisna dalam sidang e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 19 September 2022.
Selain mengatur soal upah lembur, PKB juga mengatur soal pemberian jasa produk dan pemberian Insentif untuk karyawan. Hal itu membuat karyawan mendapatkan 2 kali upah jasa produk dan 2 kali insentif.
“Disetujui SPK bersama yang ada di UU BUMN No. 19 bahwa segala yang berlaku bagi Aparatur Sipil Negara tidak berlaku bagi karyawan BUMN. Dan segala yang berurusan dengan ketenagakerjaan diatur dalam SPK bersama atau UU Ketenagakerjaan yang berlaku. Jadi di zaman Pak Isnu ini, surat itu disetujuin. Termasuk memberikan jasa produk, pemberian insentif. Jadi, pertama kali dalam sejarah, kita dapat 2 kali upah jasa produksi dan 2 kali insentif. Setelah itu tidak ada lagi,” jelasnya.
Sutisna menilai, Isnu juga sosok yang sangat demokratis. Isnu menerima masukan dan kritik dari para karyawan. Bahkan, karyawan dilibatkan dalam Rencana Bisnis dan Anggaran Perusahaan (RBAP).
Menurut Sutisna, hanya Isnu yang peduli dengan para karyawan. Sebab, sejak 2001 menjadi karyawan PNRI, Sutisna mengatakan, hanya Isnu yang menyetujui PKB.
“Dirut sebelumnya tidak mau PKB. Bahkan, Ketua Umum Sekar PNRI sebelumnya ketika mengajukan PKB langsung dipindahkan ke Solo. Sejak itu stagnan, tidak berjalan, karena pengurus takut. Tapi zaman Pak Isnu dibuka,” kata Sutisna.
Oleh karena itu, Sutisna menilai, Isnu merupakan pemimpin yang ideal bagi PNRI. Namun, setelah Isnu pensiun pada 2013, para karyawan kesulitan untuk memperpanjang PKB. Dirut pengganti, tidak memiliki kepemimpinan yang sama dengan Isnu.
“Sayangnya saat Pak Isnu selesai, penggantinya memiliki sikap berbeda. Saat kami mengajukan perpanjangan PKB, saya malah dimutasi ke Merauke,” ujar Sutisna.
Tidak hanya peduli dengan karyawan, Isnu juga dinilai sangat transparan dalam mengelola perusahaan. Ketua Sekar PNRI periode 2015-2021 Anggraeni Mutiasari mengatakan, Isnu sangat transparan dalam mengelola perusahaan. Isnu berbicara apa adanya dan tidak ada yang ditutupi terutama terkait kondisi perusahaan.
“Suka kasih nasihat juga. Dia juga transparan ke teman-teman bahwa perusahaan sedang kaya gini. Dia juga apa adanya. Dia bicara ga ada yang ditutupin,” katanya.