Channel9.id-Jakarta. Pembiaran negara atas kerumunan massa yang mengiringi rangkaian kedatangan Rizieq Shihab dari Arab Saudi, kegiatan-kegiatan safari dakwah, dan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW sekaligus pernikahan putri MRS, menjadi paradoks kepemimpinan politik Jokowi dan jajarannya dalam penanganan Covid-19.
Hal tersebut disampaikan Ketua SETARA Institute, Hendardi, menanggapi pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan para pendukung Habib Rizieq.
“Jangankan kewajiban menjalankan protokol kesehatan, prinsip hukum salus populi suprema lex esto yang selama ini digaungkan oleh para pejabat negara dan aparat keamanan, sama sekali tidak berlaku bagi kerumunan yang diciptakan oleh kedatangan Rizieq,” ujar Hendardi, Minggu (15/11).
Baca juga: Satgas Minta Gubernur Anies Terapkan Perda di Acara Rizieq Shihab
Hendardi menuturkan, asas yang berarti keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi selama ini telah digunakan oleh pemerintah untuk melakukan pembatasan-pembatasan sosial.
Para pihak berwenang, lanjutnya, sejauh ini hanya menyampaikan himbauan agar kerumunan itu menerapkan protokol kesehatan sama seperti Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Bahkan, Hendardi pun menyoroti langkah artis kontroversial Nikita Mirzani yang secara satir mengkritik keras kerumunan dalam beberapa hari belakangan ini. “Padahal, tugas pemerintah adalah mengambil tindakan hukum,” katanya.
Menurutnya, pembiaran atas kerumunan yang diciptakan oleh massa pengagum Rizieq adalah bukti kegagapan Jokowi dalam kalkulasi politik yang menjebaknya.
“Jika Jokowi tidak terjebak dalam politik akomodasi, seharusnya sebagai seorang Presiden Jokowi segera memerintahkan Kapolri untuk menindak kerumunan, mempertegas dan menindaklanjuti kasus-kasus hukum yang melilit Rizieq Shihab,”terangnya.
Hendardi menyebut, Jokowi seharusnya memerintahkan Menteri Dalam Negeri untuk mendisiplinkan kepala daerah yang pasif membiarkan kerumunan. “Seharusnya tidak membiarkan Bandara Soekarno Hatta lumpuh dan menyengsarakan ribuan warga,”tandasnya.