Nasional

SETARA Institute: Reformasi Sektor Keamanan Jalan di Tempat

Channel9.id-Jakarta. Tepat hari ini, 05 Oktober 2020, TNI merayakan HUT yang ke-75. Bulan Oktober ini juga menandakan 1 tahun kepemimpinan Jokowi Jilid II. Jika di periode pertama kepemimpinannya, SETARA Institute menilai stagnasi reformasi sektor keamanan.

Pada tahun pertama periode kedua ini, menurut SETARA, Jokowi masih belum menunjukkan kepemimpinan yang efektif dalam menuntaskan agenda reformasi sektor keamanan.

“Presiden Jokowi seharusnya berbenah dan kembali mengevaluasi agenda pemerintahannya terkait reformasi militer. Namun, realitas yang terjadi justru memperlihatkan hal sebaliknya: tetap jalan di tempat dan menunjukkan regresi serius dalam beberapa isu reformasi sektor keamanan,” ujar Ismail Hasani, Direktur Eksekutif SETARA Institute dalam pernyataan tertulisnya, Senin (05/10).

Baca juga: HUT TNI ke-75 Digelar Virtual di Istana

Sementara itu, Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute Ikhsan Yosarie menyatakan ada empat fokus mandat yang menjadi perhatian. Pertama, penghormatan terhadap HAM dan supremasi sipil.

“Janji penuntasan berbagai pelanggaran HAM di masa lalu yang diduga melibatkan TNI semakin tidak jelas. Kasus Semanggi I dan II misalnya. Tidak ada langkah signifikan,”terang Ikhsan.

Kedua, lanjut Ikhsan, kepatuhan terhadap kebijakan dan keputusan politik negara. Ia menyoroti Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) pelibatan TNI dalam menangani terorisme.

“Pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme yang diatur dalam RPerpres ini berpotensi melanggar UU No. 34/2004 tentang TNI (UU TNI),”tegasnya.

Selanjutnya ketiga terkait kedisiplinan terhadap operasi militer selain perang (OMSP). Ikhsan menyentil soal penunjukkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk menangani lumbung pangan nasional.

“Hal ini berpotensi menjadi pintu masuk TNI ikut terlibat langsung di program food estate yang akan menjadi cadangan logistik di Indonesia. Seharusnya Kementerian Pertanian menjadi institusi yang lebih relevan,” paparnya.

Lantas kebijakan Kementerian Agama yang menggandeng TNI AD untuk program peningkatan kerukunan beragama juga menjadi sorotan.

“Tidak ada argumen yang kuat dan masuk akal bagi Kementerian Agama untuk melibatkan TNI dalam program kerukunan umat beragama,” ucap Ikhsan.

Keempat,  sambungnya, terkait larangan menduduki jabatan sipil. Ikhsan menyebut, kebijakan Menteri BUMN yang memasukkan perwira TNI (dan Polri) aktif adalah kurang patut.

“Sesuai dengan aturan dalam UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI. Pasal 47 ayat (1) UU TNI, Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan,”jelasnya.

Ikhsan mengakui, meskipun pada ayat berikutnya terdapat pengaturan terkait pengecualian jabatan sipil yang bisa diduduki TNI.

“Namun jabatan di BUMN secara eksplisit tidak termasuk dalam jabatan yang dikecualikan tersebut,”tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

15  +    =  17