Opini

Signifikansi Pendidikan Sejarah: Mercusuar Peradaban dan Identitas Bangsa

Oleh: Eva Riana Rusdi*

Channel/id-Jakarta. Di persimpangan sejarah yang rapuh, di mana memori kolektif terancam terkikis oleh arus modernisasi dan pragmatisme pendidikan, kita dihadapkan pada pertanyaan fundamental: Apakah sejarah masih memiliki tempat di ruang kelas kita? Ketika kebijakan pendidikan berpotensi menghapus jejak peradaban dari kurikulum, kita sedang menghadapi sebuah krisis eksistensial yang lebih dalam dari sekadar persoalan metodologi pengajaran. Ini adalah pertarungan melawan amnesia sistematis, di mana setiap lembar sejarah yang terhapus adalah sebuah pengkhianatan terhadap memori perjuangan dan identitas bangsa.

Dalam pusaran perubahan pendidikan yang dinamis, sebuah isu krusial tengah mengusik nurani para pendidik, sejarawan, dan pemerhati pendidikan nasional: wacana penghapusan pelajaran sejarah dari kurikulum pendidikan. Tepat menjelang Hari Guru Nasional, mari kita telaah secara mendalam signifikansi pendidikan sejarah bagi perjalanan sebuah bangsa.

Identitas dan Memori Kolektif

Pendidikan sejarah bukan sekadar rangkaian peristiwa masa lalu yang tertulis dalam buku teks, melainkan adalah jantung peradaban yang mengalirkan darah kesadaran berbangsa. Melalui sejarah, generasi muda tidak sekadar mempelajari kronologi peristiwa, tetapi membangun pemahaman mendalam tentang identitas dan jati diri bangsa.

Setiap lembar catatan sejarah adalah saksi bisu perjuangan, pergolakan, dan pencapaian leluhur. Ketika seorang pelajar menelusuri jejak perjuangan para pahlawan kemerdekaan, dia tidak sekadar menghapal nama dan tanggal, melainkan menghayati semangat juang, pengorbanan, dan nilai-nilai kemanusiaan yang mendasari kemerdekaan.

Memori kolektif adalah jantung peradaban yang tak terlihat namun senantiasa berdetak. Ia merupakan konstruksi sosial kompleks yang melampaui sekadar pengalaman individual, membentuk narasi bersama yang mengikat masyarakat dalam satu kesatuan identitas. Melalui pendidikan sejarah, setiap generasi menerima “warisan imajiner” yang membangun sense of belonging—sebuah ikatan emosional yang menghubungkan individu dengan dinamika sejarah bangsanya.

Dalam konteks Indonesia, memori kolektif bukan sekadar kronologi peristiwa, melainkan arsitektur kesadaran multikultur. Setiap peristiwa bersejarah—dari perjuangan kemerdekaan hingga momen-momen transformasi sosial—membentuk lapisan identitas kolektif yang kompleks dan dinamis. Pendidikan sejarah berperan sebagai penjaga gerbang, mentransmisikan nilai-nilai fundamental: semangat kebangsaan, nasionalisme, cinta tanah air, toleransi, keberanian menghadapi tantangan, dan komitmen pada cita-cita bersama.

Benteng Melawan Distorsi dan Amnesia Sejarah

Pendidikan sejarah adalah laboratorium berpikir kritis sejati. Melalui pembelajaran sejarah, peserta didik dilatih untuk menganalisis peristiwa dari multiple perspektif, memahami sebab-akibat perubahan sosial, mengembangkan kemampuan berpikir dialektis dan mengenali pola-pola sejarah yang berulang. Kemampuan berpikir kritis ini jauh lebih penting daripada sekadar menghapal tahun dan nama. Ini adalah modal intelektual untuk memahami kompleksitas kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam era informasi yang serba cepat, di mana narasi seringkali dimanipulasi dan disederhanakan, pendidikan sejarah berperan sebagai benteng pertahanan melawan distorsi dan amnesia kolektif. Tanpa pemahaman historis yang mendalam, generasi muda rentan terhadap propaganda, narasi sejarah yang direkayasa, pelemahan kesadaran berbangsa dan kehilangan sense of belonging terhadap bangsanya.

Konteks Global dan Kearifan Lokal

Pendidikan sejarah berperan sebagai jembatan dialogis antara lokalitas dan globalitas, membangun kesadaran komprehensif yang melampaui batas-batas geografis dan kultural. Ia menghadirkan perspektif dinamis yang mempertemukan karakteristik lokal dengan kompleksitas global.

Dalam kurikulum pendidikan sejarah diharapkan tidak hanya berfokus pada peristiwa nasional, tetapi juga memberikan konteks global dan kearifan lokal. Peserta didik diajak memahami hubungan antarperadaban, dinamika perpolitikan internasional, proses interaksi budaya dan saling ketergantungan antarbangsa

Pada saat yang sama, pendidikan sejarah juga menghidupkan kearifan lokal, melestarikan keberagaman etnis, dan memperkuat kohesi sosial dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sejarah Adalah Guru Kehidupan

Kita dapat melihat contoh bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah dan mengedepankan pendidikan sejarah untuk membangun bangsanya. Bangsa Jepang adalah salah satu contoh konkrit dan brilian bagaimana penghormatan terhadap sejarah menjadi fondasi pembangunan peradaban modern yang kuat dan bermartabat.

Pasca Perang Dunia II, Jepang bangkit dari kehancuran perang dengan melakukan rekonstruksi, membangun identitas melalui kesadaran sejarah. Jepang menunjukan kekuatan pendidikan sejarah dalam melestarikan warisan budaya dan tradisi, mengintegrasikan pelajaran sejarah dalam pembentukan karakter nasional dan mendokumentasikan sejarah secara sistematis dan objektif.

Selain itu Jepang pun secara terbuka mengakui kesalahan perang, mendorong generasi muda memahami kompleksitas sejarah dan mengubah kekalahan menjadi spirit perbangunan nasional. Berkaca dari ini semua, bangsa Jepang membuktikan bahwa kejujuran historis bukan kelemahan, melainkan kekuatan fundamental membangun peradaban. Spirit belajar dari masa lalu, Jepang  mampu mengubah trauma sejarah menjadi energi rekonstruksi, membangun masa depan berbasis kesadaran kritis dan menciptakan sistem pendidikan yang bermartabat. Mereka membuktikan bahwa bangsa besar tidak menyembunyikan sejarah, tetapi merenungkan, mengkaji, dan mentransformasikannya menjadi kekuatan membangun peradaban.

Refleksi kritis kita hari ini menanggapi upaya penghapusan pelajaran sejarah dari kurikulum pendidikan nasional patut disikapi sebagai alarm peringatan. Hal ini mengindikasikan gejala rendahnya apresiasi para penentu kebijakan terhadap pentingnya kesadaran sejarah, kecenderungan pragmatisme pendidikan yang sempit dan ancaman terhadap pembentukan karakter generasi muda.

Para pendidik, akademisi, dan pemerhati pendidikan perlu bersuara karena ini adalah tanggung jawab moral kita bersama dalam membangun generasi penerus bangsa. Membiarkan sejarah terhapus sama dengan membunuh memori kolektif dan potensi kritis generasi mendatang. Kita tidak boleh membiarkan sejarah terhapus, termarjinalkan, atau terlupakan. Bangsa ini kian terpuruk dipersimpangan jalan mencari identitasnya yang semakin teralienasi. Jangan biarkan mereka bunuh sejarah, karena sejarah adalah nyawa bangsa. Jangan jadikan generasi penerus kita tercerabut dari akarnya dan kehilangan jati dirinya. Karena kehancuran bangsa akan menjadi sebuah keniscayaan, ketika generasi muda menjadi amnesia terhadap sejarah dan budaya bangsanya.

Pada Hari Guru Nasional kali ini, marilah kita merayakan peran strategis para pendidik dalam meneruskan estafet kesadaran sejarah. Pendidikan sejarah bukanlah sekadar mata pelajaran, melainkan pilar peradaban yang menopang masa depan bangsa.

Baca juga: Membuka Potensi Bengkulu: Refleksi 56 Tahun Perjalanan Menuju Mercusuar Ekonomi Pesisir Barat Sumatera

*Kandidat Doktor Ilmu Sejarah Universitas Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  86  =  93