Opini

Soal Ojek Daring Saat PSBB, Ikut Aturan Menkes atau Menhub?

Oleh: Gondo Makhfudzh*

Channel9.id-Jakarta. Betapa repotnya aparat di lapangan khususnya Polri dalam menegakkan aturan PSBB. Ini terjadi, karena masih adanya silang sengketa kebijakan yang tidak satu suara dalam urusan penggunaan ojek online. Menteri Kesehatan dalam Surat Keputusan Nomor 9 Tahun 2020, Pasal 15  tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19, melarang ojek online digunakan untuk mengangkut penumpang. Alasan ini didasari tidak adanya physical distancing atau tidak terpenuhinya jarak pengemudi dan penumpang minimal 1 meter saat menaiki ojol. Sesuai aturan Menkes, ojek daring ini hanya bisa untuk mengangkut barang atau paket-paket kecil.

Di sisi lain, Menteri Perhubungan ad interim Luhut Binsar Panjaitan mempersilakan ojol menarik penumpang sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 18 Tahun 2020. Dalam pasal 11 ayat 1 butir c tegas berbunyi, sepeda motor berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang. Namun dalam butir d disebutkan bahwa dalam hal tertentu untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan.

Dua kebijakan ini seharusnya dapat selesai di atas meja para menteri sehingga tidak membingungkan para pelaksana lapangan yang mengamankan jalannya kebijakan PSBB. Jelas melihat dua keputusan tersebut harus segera disingkronkan, mana yang akan diterapkan, mengingat para petugas lapangan juga harus bisa tegas dalam menerapkan peraturan tersebut. Jangan sampai petugas di lapangan dalam hal ini dari pihak kepolisian justru bisa banyak terjadi polemik dan perdebatan, ketika dua aturan yang tidak sinkron tersebut diterapkan.

Disisi lain perlu juga segera disosialisasikan PSBB diterapkan di daerah mana saja, mengingat ketika DKI Jakarta sudah menerapkan bukan semua daerah di Indonesia juga diperlakukan hal yang sama. Dalam hal ini media juga kadang rancu memberitakan begitu gencar PSBB Jakarta, padahal Indonesia bukan hanya Jakarta saja. Daerah daerah lain terkadang latah langsung meniru pola PSBB sehingga banyak terjadi dilapangan masyarakat yang dibuat bingung, bahkan sampai “bertengkar” dengan petugas petugas di lapangan.

Sementara disisi lain faktor sosial dimana para pengemudi ojol ini adalah masyarakat yang terdampak secara ekonomi adanya penerapan PSBB juga harus diperhatikan. Pemberian konpensasi nota bene baru diterapkan warga DKI Jakarta, sementara pengemudi di luar KTP Jakarta tidak mendapatkannya. Seperti yang disampaikan, PSBB ini ketika sampai keluar Jakarta seharusnya hal yang sama juga diterapkan, jika ada tidak kerawanan sosial bisa terjadi , apabila periuk nasi mereka tidak bisa dipenuhi.

Maka dalam hal ini, sekali lagi perlu ketegasan aturan yang benar benar disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi dan mempertimbangkan dampak penerapan PSBB tersebut. Jangan sampai para petugas dihadapkan dengan masyarakat yang bingung dengan peraturan yang berbeda apalagi mereka kebanyakan sudah bingung juga bagaimana mereka mencari makan. Alih alih bukan membuat masyarakat taat aturan PSBB, justru PSBB bisa dijadikan alasan masyarakat untuk melawan pemerintah dalam hal ini para petugas di lapangan. Semoga tidak terjadi…

*Unit Riset Perum LKBN Antara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4  +  5  =