Channel9.id- Jakarta. Serikat Pekerja Jakarta InternationalContainer Terminal (SP JICT) dan segenap pekerja pelabuhan Indonesia mengadakan aksi lanjutan “Gerakan Pengembalian Aset Bangsa JICT” dan “Keadilan BagiPekerja”.
Aksi ini dilakukan di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat(DPR), Senin 7 Januari 2019. Dalam aksi tersebut, pekerja membawa payung hitam dan simbol hitung mundur sebagai tanda matinya keadilan bagi pekerja danberlarutnya proses hukum kasus perpanjangan kontrak JICT-Koja serta kasusPelindo II lainnya.
Menurut M. Firmansyah, Sekjen SP JICT, total kerugian negara kasus PelindoII mencapai Rp 14,86 trilyun. Diantaranya, perpanjangan JICT-Koja, Global Bond dan proyek pembangunan Kalibaru yang dinyatakan “Gagal Kontruksi”.
Untuk itu SPJICT bersama pekerja pelabuhan menyampaikan agar, DPR RI harus segera menindaklanjuti kepada aparat penegak hukum dan melakukan supervisi ketat agar kasus-kasusPelindo II dengan kerugian negara Rp 14,86 trilyun tidak di-peti es-kan. Baik pelanggaran Undang-Undang dan kerugian negara sudah sangat terang benderang.”Jangan sampai rakyat Indonesia menanggung beban besar akibat salah kelolapelabuhan nasional,” tegas Firmansyah.
Dalam kasus JICT-Koja, kontrak perusahaan asal Hong Kong,Hutchison, di pelabuhan petikemas terbesar se-Indonesia, JICT, habis 27 Maret2019 dan di TPK Koja telah habis pada Oktober 2018. Audit investigatif BadanPemeriksa Keuangan (BPK) menemukan pelanggaran Undang-Undang dalam kasus JICT-Koja seperti tidak ada izin konsesi pemerintah, tanpa tender, tanpa RJPP-RKAP dan tanpa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Sehingga indikasikerugian negara mencapai minimal hampir Rp 6 trilyun. “Baik DPR, Pemerintah dan KPK yang sedang menyelidiki kasus ini harus memastikan gerbang ekonomi nasionalJICT-Koja bisa kembali ke NKRI pada akhir Maret 2019,”terang Firman.
Selama ini Hutchison menikmati pendapatan rata-rata 4-5trilyun per tahun dari JICT-Koja. Jika dikelola mandiri tentu lebih untung. Karena dari sisi SDM, peralatan dan teknologi sudah sangat mumpuni. Pasar pun tidak bergantung Hutchison karena ekspor impor Indonesia berdasarkan pola perdagangan antar negara. SPJICT meminta agar DPR tidak boleh membiarkan manuver hukum Hutchison yang bermain di area abu-abu.
Sampai saat ini, Hutchison masih menjalankan perpanjangan kontrak JICT-Koja tanpa alas hukum. Selain itu menurut Firman ada masalah ketenagakerjaan serius di JICT danPelindo II. Diantaranya, pemecatan non prosedural lewat email tengah malam, PHKmassal 400 pekerja outsourcing (SPC) JICT, kriminalisasi puluhan aktivis serikat, dan yang paling kontroversial yakni 3 kali penembakan mobil anggota serikat.
Di Pelindo II sendiri ada 42 pelaut yang dipecat di anak usaha, Jasa Armada Indonesia (JAI) karena berserikat. “400 pekerja outsourcing JICT (SPC) dan 42 pelaut PT JAI harus segera dipekerjakan kembali. Selain memiliki pengalaman dan keahlian cukup,para pekerja yang dipecat telah mengabdi bertahun-tahun,” pungkas Firman