Channel9.id-Jakarta. Sri Sultan Hamengku Buwono X diduga melakukan pemecatan terhadap adik tirinya bernama GBPH Prabukusumo dalam pengurusan keraton Yogyakarta. Hal itu diketahui setelah sebuah surat berlogo beredar di grup-grup Whatsapp. Surat berbahasa Jawa ini mulai beredar pada Selasa (19/01).
Surat yang tertulis Dhawuh Ageng ini memiliki nomor surat angka: 01/DD/HB.10/Bakdamulud.XII/JIMAKIR.1954.2020. Surat ini ditandatangani Sultan Hamengku Bawono KA 10. pada 16 Bakdamulud Jimakir 1954 atau 2 Desember 2020.
Dalam surat ini berisi dua bab. Bab I berisikan pergantian pimpinan Keraton Yogyakarta di Parwabudaya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Sebelumnya, Parwabudaya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat ini dipimpin oleh adik tiri Sultan HB X yaitu GBPH Yudaningrat.
Jabatan ini kemudian dipegang oleh putri sulung Sultan HB X, GKR Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng Ing Mataram.
Baca juga: Sri Sultan HB X Berjanji Ajukan Aspirasi Buruh kepada Jokowi
Sementara pada Bab II berisikan, pergantian pimpinan Keraton Yogyakarta di bidang Nityabudaya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Jabatan ini sebelumnya dipegang oleh adik tiri Sultan HB X, GBPH Prabukusumo.
Usai keluarnya surat tersebut, jabatan yang sebelumnya dipegang oleh GBPH Prabukusumo ini digantikan oleh putri Sultan HB X yaitu GKR Bendara.
Ketika dikonfirmasi terkait kebenaran surat tersebut, Gusti Prabu sapaan akrab GBPH Prabukusumo membenarkan. Ia tak menampik sudah dipecat dari jabatannya di Kraton Yogyakarta, meski menaruh sangsi karena kesalahan penulisan nama dan juga nama Hamengku Bawono KA 10 yang dinilai tidak pernah mengangkatnya.
“Pertama, Kraton Yogyakarta tidak mengenal nama Bawono, artinya surat ini batal demi hukum. Kemudian, nama saya dalam surat juga keliru dan yang mengangkat saya dulu almarhum Bapak Dalem HB IX 8 kawedanan, bebadan dan tepas, diteruskan Hamengku Buwono X,” ungkap Gusti Prabu melalui pernyataan tertulisnya.
Gusti Prabu mengaku mengambil keputusan untuk tidak aktif lagi di Kraton sejak enam tahun silam, tepatnya setelah adanya Sabdatama dan Sabdaraja dari Sri Sultan kala itu. Alasannya, hal tersebut dirasa bertentangan dengan Paugeran Kraton Yogyakarta sehingga Gusti Prabu bersama adik-adiknya yang lain mundur melayani HB X.
“Artinya, mengapa orang salah tidak mau mengakui kesalahannya, malah memecat yang mempertahankan kebenaran, yaitu kesungguhan pikiran, niat dan hati yang mulia untuk mempertahankan adat istiadat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat sejak HB I hingga HB IX,” sambung dia.
Gusti Prabu mengatakan, tidak pernah merasa punya kesalahan sehingga akhirnya dipecat dari Kraton Yogyakarta. Ia pun berharap masyarakat DIY bisa melihat hal tersebut secara lebih jelas.
“Sabar bersabar, kalau saya dengan dhimas Yudho (GBPH Yudhaningrat) dipun jabel kalenggahanipun, artinya itu dipecat. Karena itu saya membuat ini (pernyataan tertulis) agar warga DIY tahu, kalau saya dan dhimas Yudho itu tidak salah,” ujar Gusti Prabu.
IG