Ekbis

Stok Gula Tersisa 1,43 Juta Ton, Pemerintah Optimistis Swasembada 2026

Channel9.id, Jatim. Ketersediaan gula konsumsi nasional hingga akhir 2025 dipastikan berada pada level aman. Pemerintah menilai pasokan yang tersedia tidak hanya mencukupi kebutuhan masyarakat selama periode Natal dan Tahun Baru (Nataru), tetapi juga menjadi modal awal yang kuat untuk mendorong agenda swasembada gula konsumsi pada 2026.

Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat neraca gula nasional menunjukkan kondisi pasok yang longgar dengan pergerakan harga yang relatif terkendali. Stabilitas tersebut dinilai penting untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah momentum konsumsi tinggi, sekaligus memastikan kesinambungan sektor hulu.

Direktur Penganekaragaman Konsumsi Pangan Bapanas Rinna Syawal mengatakan kebutuhan gula nasional sepanjang 2025 diperkirakan mencapai sekitar 2,8 juta ton, dengan konsumsi bulanan berkisar 230.000–250.000 ton.

“Kebutuhan tersebut ditopang oleh carry over stok 2024 sebesar 1,38 juta ton dan produksi gula nasional 2025 yang mencapai 2,67 juta ton,” ujar Rinna saat kunjungan kerja bersama Komisi IV DPR RI ke Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) di Pasuruan, Kamis (11/12/2025).

Memasuki Desember 2025, ketersediaan gula konsumsi tercatat sekitar 1,67 juta ton. Dengan kebutuhan bulanan sekitar 237.000 ton, stok gula diproyeksikan masih menyisakan surplus hingga 1,43 juta ton pada akhir tahun.

“Surplus ini akan menjadi stok awal yang kuat untuk 2026. Dari sisi pasokan, kondisi gula nasional berada pada posisi aman dan stabil,” kata Rinna.

Surplus tersebut dinilai strategis karena memberikan ruang bagi pemerintah untuk menggeser fokus kebijakan dari stabilisasi pasokan jangka pendek ke agenda jangka menengah, yakni swasembada gula kristal putih (GKP) sesuai komitmen pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Namun demikian, pemerintah dan DPR menilai bahwa tantangan swasembada gula tidak semata terletak pada peningkatan produksi. Konsolidasi ekosistem industri, mulai dari budidaya tebu hingga penyerapan hasil panen, menjadi faktor penentu keberlanjutan program.

Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PAN Ahmad Yohan menegaskan pengembangan tebu perlu ditempatkan sebagai program prioritas nasional dan dikawal secara konsisten lintas sektor.

“Yang dibutuhkan bukan hanya produksi, tetapi ekosistem industri gula yang efisien dan berkelanjutan. Kolaborasi antarpemangku kepentingan menjadi kunci,” ujarnya.

Ia menambahkan, keberhasilan swasembada sangat bergantung pada keberpihakan kebijakan kepada petani tebu. “Petani merupakan fondasi industri gula nasional. Tanpa perlindungan dan kepastian usaha, target swasembada sulit dicapai,” katanya.

Dari sisi petani, dukungan pemerintah di sektor hulu mulai dirasakan, khususnya melalui bantuan bibit. Namun, aspek pasca panen masih menjadi perhatian utama.

Perwakilan petani tebu Pasuruan, Muhamad Hanif, berharap pemerintah turut memastikan penyerapan hasil produksi agar keberlanjutan usaha petani tetap terjaga.

“Bantuan bibit sangat membantu. Ke depan kami berharap ada kepastian pembelian gula petani, supaya biaya operasional bisa tertutup,” ujarnya.

Dengan pasokan yang terjaga dan ruang surplus yang besar, tantangan berikutnya bagi pemerintah adalah memastikan agenda swasembada gula tidak berhenti pada kecukupan produksi, tetapi juga mampu memperkuat kesejahteraan petani dan ketahanan pangan nasional secara berkelanjutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  59  =  61