Nasional

Survei P2G: 63,3% Orang Tua Setuju Anaknya Divaksin

Channel9.id – Jakarta. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) melakukan Survei Nasional bertajuk “Sikap Orang Tua Terhadap Vaksinasi Anak dan Pembelajaran Tatap Muka Juli 2021,” yang diselenggarakan pada 5-8 Juli 2021, melibatkan 9.287 responden orang tua siswa di jenjang pendidikan: SD/MI; SMP/MTs; SMA/SMK/MA, dari 168 kota/kabupaten dan 34 provinsi seluruh Indonesia.

Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim menyampaikan, sebanyak 63,3% orang tua setuju anaknya divaksinasi; 23,5% orang tua tidak setuju anaknya divaksinasi, dan 13,2% orang tua RAGU-RAGU anaknya divaksinasi.

“Vaksinasi adalah satu upaya pokok sebagai warga negara yang baik, agar kita tidak mengganggu atau mengancam hak-hak orang lain untuk hidup sehat, tidak terpapar Covid-19. Tentu lebih baik jika anak sudah divaksinasi sebelum masuk sekolah PTM, demi mendukung tercapainya herd immunity dan suasana pembelajaran kondusif di sekolah nantinya,” kata Satriwan dalam keterangan resmi, Minggu 11 Juli 2021.

P2G memandang, banyaknya orang tua yang setuju anaknya divaksin menunjukan kesadaran akan peran dan upaya mereka untuk memperoleh kesehatan dan keselamatan, agar anaknya mendapatkan hak pendidikan nantinya.

“Bagi orang tua yang tidak mengizinkan perlu edukasi & sosialisasi secara baik dan jelas oleh Pemerintah. Dan sekolah, seperti wali kelas punya peran yang sangat tinggi memengaruhi persepsi dan meyakinkan orang tua ini,” ujarnya.

Baca juga: P2G Evaluasi PTM di 16 Provinsi Langgar Prokes Hingga Guru Belum Merata Divaksin

Satriwan menyampaikan, alasan orang tua ragu-ragu dan tidak setuju vaksinasi anak berjumlah 36,7%, 5 alasan tertinggi adalah: Sebanyak 72,5% orang tua khawatir vaksinasi akan berdampak buruk pada anak setelah divaksinasi; 5,4% orang tua khawatir tujuan vaksinasi bukan untuk kesehatan; 5,2% anak memiliki penyakit; 4,2% orang tua khawatir vaksin tidak halal; 4% menurut orang tua vaksin belum teruji; 8,7% jawaban lainnya.

“Kami menyayangkan masih ada orang tua yang khawatir vaksinasi anak bukan bertujuan untuk kesehatan. P2G menemukan fakta, seperti ada orang tua yang percaya vaksin berisi chip dari negara tertentu. Setelah anak divaksinasi maka chip tersebut akan lekat di tubuhnya. Ada juga yang percaya vaksin haram hukumnya, padahal MUI sudah mengeluarkan fatwa halal,” lanjut Satriwan yang mengajar di Jakarta ini.

Dengan adanya survei ini, P2G meminta sekolah-sekolah proaktif berkoordinasi dengan lembaga terkait seperti Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan untuk penjadwalan vaksinasi siswa.

Sekolah dapat juga berinisiatif membangun kerja sama dengan organisasi Ikatan Alumni/Organisasi sosial masyarakat/BUMN/pihak swasta, menyelenggarakan vaksinasi gratis bagi anak secara mandiri. Inisiatif vaksinasi mandiri oleh sekolah dapat menjadi solusi sederhana. Tentu tetap dalam pengawasan Pemda.

“Contoh: Beberapa sekolah swasta dan negeri di DKI Jakarta melakukan kerjasama inisiasi bersama dengan organisasi alumni, organisasi masyarakat, dan BUMN,” kata Satriwan.

P2G meminta vaksinasi bagi siswa, guru, tendik dijamin persediaannya dan bersifat gratis dari pemerintah.

‘Walaupun sudah ada vaksin gotong-royong yang bersifat komersil, kami tetap meminta vaksin gratis dan jangan sampai sekolah memperdagangkan vaksin anak kepada orang tua nanti,” kata Satriwan.

Kemudian, sekolah yang menggelar PTM Terbatas dapat melibatkan siswanya untuk hadir di sekolah dengan syarat sudah divaksinasi. Bagi siswa (orang tua) yang menolak vaksinasi, sementara akses mendapatkan vaksin sudah bisa diperoleh dan/atau sekolah sudah menyelenggarakan proses vaksinasi, maka siswa disarankan mengikuti pembelajaran dengan moda daring (PJJ) sebagai konsekuensi.

Kemendikbudristek, Kemenag, Kemenkes, dan Pemda mesti melakukan pemetaan, guru di sekolah dan daerah mana saja yang belum divaksinasi, yang belum vaksinasi tahap 1 atau tahap 2, maupun yang sudah. Melalui pemetaan ini, Pemerintah tidak gegabah meminta sekolah dibuka. Sebab resikonya adalah keselamatan dan kesehatan warga satuan pendidikan dan keluarga mereka. Jika guru, tendik, dan siswa belum divaksinasi jangan coba-coba berani membuka sekolah.

Adapun survei ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui kuesioner semi tertutup (mixed) berbasis Web yang menggunakan aplikasi Google Form, disebarkan via aplikasi Whatsapp ke seluruh jaringan guru P2G. Menggunakan teknik sampling acak sederhana (simple random sampling) yaitu teknik pengambilan sampel atau elemen secara acak, setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel, dengan margin of error 0,5 persen.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1  +  8  =