Channel9.id – Jakarta. Staf Khusus (Stafsus) Presiden Bidang Hukum Dini Purwono merespons permintaan Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi saksi meringankan dalam persidangan. Dini menyebut permintaan itu tidak relevan.
Dini mengatakan dugaan korupsi yang dilakukan SYL diduga untuk kepentingan pribadi alias tidak dalam rangka menjalankan tugas sebagai Menteri Presiden Jokowi kala itu.
“Menurut kami permintaan tersebut tidak relevan,” kata Dini dalam keterangannya, Sabtu (8/6/2024).
Dini menegaskan hubungan Presiden dengan para menteri hanya sebatas hubungan kerja dalam rangka menjalankan pemerintahan. Urusan pribadi tidak memiliki relevansi dengan pemerintahan.
“Proses persidangan SYL adalah terkait dugaan tindakan yang dilakukan dalam kapasitas pribadi dan bukan dalam rangka menjalankan tupoksinya sebagai pembantu Presiden,” ujarnya.
“Hubungan Presiden dengan para pembantunya adalah sebatas hubungan kerja dalam rangka menjalankan pemerintahan,” lanjut Dini.
Oleh karena itu, menurut Dini, Jokowi tidak berhak memberikan tanggapan terkait hal-hal yang menyangkut pribadi para menteri.
“Presiden tidak dalam kapasitas untuk memberikan tanggapan atau komentar apa pun terkait tindakan pribadi para pembantunya,” ujarnya.
SYL sebelumnya meminta Presiden Jokowi, Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, hingga mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadi saksi a de charge atau saksi meringankan dalam sidang di pengadilan.
Hal itu disampaikan Penasihat hukum SYL, Djamaludin Koedoeboen saat mendampingi putra SYL, Kemal Redindo yang diperiksa sebagai saksi kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (7/6/2024).
Menurutnya, sejumlah nama tersebut mengetahui kinerja SYL sebagai menteri. Ia memandang keterangan presiden dkk sangat penting untuk membuktikan apakah kerja-kerja SYL hanya sebatas untuk kepentingan keluarga atau bangsa.
Untuk diketahui, SYL didakwa melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar. Dia didakwa bersama dua eks anak buahnya, yakni Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan Direktur Kementan nonaktif M Hatta. Kasdi dan Hatta diadili dalam berkas perkara terpisah.
Mereka didakwa melakukan pemerasan hingga mencapai Rp44.546.079.044 dan gratifikasi dianggap suap sejumlah Rp40.647.444.494 selama periode 2020-2023.
Selain membayar gaji pembantu, para pejabat Kementan juga harus patungan untuk memenuhi berbagai kebutuhan SYL lainnya. Kebutuhan itu antara lain, sewa jet pribadi, umroh, perjalanan ke Brasil dan Amerika Serikat, hingga sapi kurban.
Selain patungan, pejabat di Kementan juga membuat perjalanan dinas fiktif. Uang dari perjalanan dinas fiktif itu dicairkan dan digunakan untuk memenuhi berbagai permintaan SYL.
Adapun SYL juga diproses hukum KPK atas kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Kasus tersebut masih bergulir di tahap penyidikan.
HT