Channel9.id-Jakarta. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung enggan menanggapi Petisi Karangkamulyan yang dilayangkan oleh Pasamoan Budaya Peduli Karangkamulyan (PBPK) terkait kasus penginjakan Batu Panaekan di Situs Purbakala Karang kamulyan, Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat yang dilakukan Dosen UPI, Retty Isnendes dan Gelar Taufik Kusumawardana dari lembaga Varman Institute.
Polah Retty yang berfoto sambil menginjak situs purbakala itu dinilai tidak hanya merusak situs tersebut tapi juga melecehkan nilai budaya yang melatarinya. Itu sebabnya, sejumlah orang menyatakan protes melalui surat petisi ke UPI Bandung.
Surat beserta berkas Petisi Karangkamulyan dikirim secara resmi oleh Edi Sasmita sebagai utusan PBPK pada Jumat, 11 Desember 2020, dan ditujukan ke Ketua Jurusan Bahasa Sunda, Dekan Bahasa dan Sastra, Kepala Sekolah Pascasarjana UPI, dan Rektor UPI.
Baca juga: Pakar Pendidikan UPI Tampik Kualitas Pendidikan Indonesia Rendah
Salah seorang penggagas PBPK, Jang Sukmanbrata, menyatakan, berkas petisi yang dikirimkan ke UPI terdiri dari lima berkas. “Selain Petisi yang ditandatangani secara online, via WhatsApp, ada juga petisi yang ditandatangani dalam Acara Penandatanganan Petisi Karangkamulyan di Kampus STIKOM, 17 November 2020. Kemudian, ada pula petisi yang ditandatangani pengurus AKUR di Kuningan dan Bandung, petisi yang ditandatangani warga Pangandaran, serta yang ditandatangani warga Sunda yang tinggal di Bilthoven, Belanda,” jelasnya.
Isinya semua persis sama. “Bahkan, redaksi kata per katanya. Hanya nama dan tempat penandatangannya yang berbeda. Total ada 23 halaman,” imbuh Jang Sukman, Sabtu (12/12/2020). “Jeda yang cukup lama antara penandatangan dengan penyerahan Petisi, dikarenakan kami memperpanjang waktu penandatanganan sampai akhir November. Memberi kesempatan kepada Saudara-saudara yang ingin ikut menandatangan secara langsung, tak hanya mencantumkan namanya di Petisi versi WA,” kata Jang Sukman.
Selain itu, pengiriman berkas Petisi dari Pangandaran ke Bandung pun memakan waktu sampai tiga hari. “Praktis, Petisi tersebut baru lengkap terkumpul seminggu sebelum waktu penyerahan,” kata Jang Sukman.
Sementara itu, sebagaimana dilansir cibermedia.id, Ketua Program Studi Bahasa Sunda UPI Bandung, Ruhaliah menyatakan belum membaca Petisi Karangkamulyan yang dikirim PBPK.
“Saya belum menerima suratnya. Apakah ada arsip?” tanyanya.
Setelah dikirim softcopy petisi, Ruhaliah enggan menanggapinya karena hanya pernyataan bukan surat.
“Pernyataan mah tiasa diwaler tiasa henteu (Pernyataan itu bisa dijawab atau tidak). Benten sareng serat (berbeda dengan surat),” jawabnya singkat, Sabtu (12/12/2020).
Selain meminta pihak UPI meninjau kembali status Dr.Retty sebagai dosen atau tenaga pengajar, Petisi yang dikeluarkan PBPK ini antara lain juga mendesak Sekolah Pascasarjana UPI mencabut gelar doktor yang bersangkutan.