Channel9.id-Jakarta. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah meminta publik jangan panik berlebihan merespons utang pemerintah yang meningkat selama pandemi. Sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengkhawatirkan lonjakan utang pemerintah.
Per Mei 2021, utang pemerintah Indonesia meningkat 22 persen menjadi Rp6.418,15 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp5.258,7 triliun. Sedangkan rasio utang pemerintah per Mei 2021 mencapai 40,49 persen, melonjak dibandingkan posisi Mei 2020 lalu 32,09 persen.
Menurut anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan ini, jumlah utang tersebut masih dalam posisi aman dari batas atas yang diperbolehkan oleh Undang-undang No 17 Tahun 2003 yaitu sebesar 60 persen dari produk domestik bruto (PDB). “Saya kira pemerintah di mana pun tidak akan mau terbelit utang dan mewariskan utang kepada generasi berikutnya hingga menjadi beban yang tidak tertanggungkan,” ujarnya.
Dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020, rasio defisit dan utang terhadap PDB Indonesia masih di bawah rasio yang ditetapkan dalam Perpres 72 dan Undang-undang Keuangan Negara, namun trennya menunjukkan adanya peningkatan yang perlu diwaspadai oleh pemerintah. BPK menyebutkan indikator kerentanan utang pada 2020 melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR) antara lain debt service ratio terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen, melampaui rekomendasi IMF sebesar 25-35 persen.
Rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen juga melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6-6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7-10 persen.
Rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369 persen, melampaui rekomendasi IDR sebesar 92-167 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90-150 persen.
Selain itu, indikator kesinambungan fiskal 2020 sebesar 4,27 persen melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411-Debt Indicators yaitu di bawah 0 persen.
Said menilai pernyataan BPK soal utang tersebut baik, tetapi kurang bijak dalam ikut serta mendorong situasi kondusif dan kerja sama antarlembaga di saat bangsa dan negara menghadap krisis kesehatan dan kontraksi ekonomi. “Lebih bijak bila BPK menjadikannya sebagai rekomendasi tambahan yang sifatnya saran kepada pemerintah. Sebab yang utama dari rekomendasi BPK yang bersifat mengikat adalah ketentuan perundang-undangan,” ujarnya.