Channel9.id-Jakarta. RUU Kesehatan yang sedang digodok oleh Pemerintah dan DPR menimbulkan gejolak dan kegaduhan di tengah masyarakat.
Penolakan bermunculan dari berbagai organisasi masyarakat, partai politik, organisasi profesi dan juga para pakar dan praktisi.
Diantara yang menolak, adalah Ormas Muhammadiyah, IDI, Apindo, Persatuan Dokter Gigi, Ikatan Bidang Indonesia, Persatuan Perawat Nasional, Ikatan Apoteker, YLKI dan Forum Peduli Kesehatan, BPJS Watch dari kalangan partai ada PKS, Partai Buruh.
Berbagai alasan bermunculan dari penolakan RUU Kesehatan, dalam keterangan persnya, Busyro Muqodas menyatakan penggunan metod omnibus dalam penyusunan RUU Kesehatan tanpa melibatkan peran aktif seluruh sektor yang terdampak pengaturan.
Asosiasi Pengusah Indonesia (Apindo) menilai pendekatan omnibus akan berdampak kepada pengaturan dunia usaha dan kesejahteraan pekerja.
Adanya pasal yang mewajibkan BPJS untuk menerima kerjasama yang diajukan Fasilitas Kesehatan (Faskes) yang telah memenuhi perizinan sesuai Undang-Undang yang berlaku dinilai bertentangan dengan prinsip kesukarelaan kerjasama BPJS dan Faskes.
Adanya “Kewajiban” tersebut juga membatasi BPJS untuk melakukan seleksi atas Faskes yang memenuhi syarat pelayanan.
Akibatnya akan sangat berbahaya karena Faskes berpotensi tidak dapat memberikan pelayanan dengan kualitas yang baik bagi peserta karena terjebak dalam birokrasi Kesehatan.
Agus Pambagiyo Pengamat Kebijakan Publik menyoroti potensi terjadinya kekacauan kebijakan dengan lahirnya RUU Kesehatan. Karena salah satunya akan menempatkan BPJS di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan.
Agus Pambagiyo mengatakan BPJS merupakan lembaga negara yang bertanggungjawab kepada Presiden. Selama ini dalam menjalankan tugas BPJS sudah berkoordinasi dengan berbagai kementerian, termasuk dengan Kemenkes. Namun dalam RUU Kesehatan BPJS bakal ditempatkan dibawah Menteri.
Perubahan tersebut akan mempengaruhi fungsi BPJS dalam melakukan pengawasan kualitas layanan fasilitas layanan Kesehatan.
BPJS sebagai sebuah lembaga yang melaksanakan amanat Undang-Undang, mengelola duit hasil iuran rakyat untuk jaminan sosial. BPJS sudah berhasil mengelola dengan baik, rumah sakit yang menjadi mitra BPJS dibayar tepat waktu. Tidak pernah mengalami gagal bayar, bahkan pengelolaan iuran rakyat mengamai surplus.
Dengan memposisikan BPJS dibawah Kementerian akan rawan intervensi, dan itu membahayakan sustainibilitas BPJS.
Karena itu berbagai pihak memberikan saran agar, terkait UU BPJS dikeluarkan saja dari cluster Omnibus Law RUU Kesehatan. Karena BPJS Kesehatan sudah on the track dalam menjalankan Amanah Undang-Undang.