Saksi Sebut Pembentukan Konsorsium PNRI Hasil Kesepakatan Bersama
video

(Video) Saksi Sebut Pembentukan Konsorsium PNRI Hasil Kesepakatan Bersama

Channel9.id-Jakarta. Sidang kasus E-KTP dengan terdakwa Isnu Edhy Wijaya dan Husni Fahmi menghadirkan dua orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Mereka adalah Wahyudin Bagenda, mantan Direktur Utama PT LEN Industri dan Arif Safari, Mantan Direktur Utama PT Sucofindo. Keduanya didengarkan keterangannya dalam persidangan yang berlangsung pada kamis/30 Juni 2022 di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Dalam kesaksiannya di depan Majelis Hakim, Wahyudin Bagenda menyampaikan keterangan soal pembentukan konsorsium PNRI. Menurutnya kenapa dinamakan Konsorsium PNRI? PNRI merupakan BUMN dan merupakan lead dari project lebih banyak fokus kepada kartu. Maka tidak mungkin LEN ditunjuk sebagai ketua dan tidak mungkin juga swasta ditunjuk sebagai ketua.

“Karena memang scope pekerjaan yang lebih utama adalah kart dan main business daripada PNRI adalah di e-kartu, sehingga itulah yang mendasari kenapa PNRI ditunjul sebagai lead daripada konsorsium,” jelas Wahyudin ketika menjawab pertanyaan dari Endar Sumarsono, Tim Penasehat Hukum Isnu Edhy Wijaya.

Wahyudin menjelaskan lebih lanjut, Isnu Edhy Wijaya menjadi Ketua Konsorsium karena posisinya sebagai Direktur Utama PNRI. Seluruh dirut yang menjadi anggota menjadi BoD ( Board Of Director) dari konsorsium. Kapasitasnya adalah ex officio karena posisinya sebagai direktur di perusahaan masing-masing. “ Pak Isnu yang saya tahu tidak sampai menyelesaikan proyek, karena dia pensiun sebelum proyek selesai dan digantikan oleh Abraham Mose dari PT LEN,” jelasnya.

Terkait dengan mekanisme kerja konsorsium, Wahyudin menjelaskan pengambilan keputusan dilakukan melalui rapat yang dihadiri oleh seluruh anggota konsorsium. Semua keputusan diambil berdasarkan kesepakatan melalui rapat. Ketika ditanya apakah ketua Konsorsium bisa mengambil keputusan rapat? Saksi menjawab “ tidak bisa””. Termasuk dalam korespodensi dengan Kementerian Dalam Negeri, yang harus menyertakan paraf persetujuan dari masing masing anggota konsorsium.

Menurut saksi pembagian porsi pekerjaan berdasarkan capability masing-masing anggota. Misalnya untuk cetak kartu PNRI dan Sandipala, hardware dan software PT LEN dan PT Quadra, untuk bimbingan teknis PT Sucofindo. “PT LEN sesuai dengan kompetensinya melakukan transfer teknologi,” ujarnya. Secara spesifik menurut saksi transfer teknologi bagaimana mendesain dari chip itu nantinya agar bisa dibuat di Indonesia, dan kaitannya dengan berbagai peralatan yang mungkin bisa di produksi di Indonesia.

Menanggapi keterangan saksi, Endar Sumarsono, Tim Kuasa Hukum Isnu Edhy Wijaya setelah sidang menyampaikan bahwa, keterangan saksi cukup jelas dan terang sesuai dengan fakta yang sebenarnya. “ Dalam pembentukan konsorsium PNRI memang berdasarkan kesepakatan bersama, klien kami tidak ada yang namanya membentuk konsorsium,” jelasnya. Namun dalam perjalanan mengikuti proyek e-KTP mereka berproses, saling menjajaki dan akhirnya bersepakat bersama-sama untuk membuat konsorsium.

Tentang nama konsorsium, Endar membenarkan keterangan saksi bahwa karena produk akhirnya adalah cetak kartu maka yang paling tepat adalah PNRI. Bukan karena PNRI yang punya hajat paling besar namun lebih kepada main bisnisnya mencetak kartu. Karena namanya PNRI maka, klien kami Isnu Edhy Wijaya ditunjuk menjadi Ketua Konsorsium, lantaran posisinya sebagai Direktur Utama PNRI. “Namun sebagai ketua Konsorsium tidak bisa mengambil keputusan sendiri, harus berdasar kesepakatan bersama,” pungkasnya.

Sidang kasus E-KTP rencananya dilanjutkan kamis/7/7/2022, dengan agenda masih mendengarkan saksi dari PT Sucofindo, Arif Safari.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

9  +  1  =