Channel9.id – Jakarta. Wakil Bupati Jember, Djoko Susanto, mengadukan Bupati Jember, Muhammad Fawait, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Aduan ini diketahui terkait dengan pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi di pemerintah daerah (Pemda).
“Benar ada surat terkait koordinasi supervisi,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Senin (22/9/2025) malam.
“Yang kami ketahui, terkait pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi di pemerintah daerah,” imbuhnya.
Budi tidak merincikan aduan yang disampaikan Djoko. Ia hanya menyebut pihaknya berkomitmen untuk terus mendampingi Pemda dalam pelaksanaan fungsi koordinasi dan supervisi tersebut.
“Bahwa dalam pelaksanaan fungsi tersebut, KPK berkomitmen untuk terus melakukan pendampingan dan pengawasan kepada pemerintah daerah dalam upaya-upaya pemberantasan korupsi,” jelas Budi.
Salah satu pendampingan itu dilakukan melalui instrumen Monitoring Controling Surveilance for Prevention (MCSP) yang berfokus pada delapan area, yaitu perencanaan dan penganggaran, perizinan, pengadaan barang dan jasa (PBJ), manajemen ASN, penguatan aparat pengawas internal, manajemen aset (BMD), optimalisasi pendapatan daerah, dan pelayanan publik.
“KPK juga terus mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut serta dalam pembangunan daerah, sebagai salah satu bentuk collaborative governance melalui partisipasi aktif publik,” ucapnya.
Wabup Djoko juga sudah buka suara terkait aduannya ke KPK tersebut. Tak hanya ke KPK, ia mengatakan surat aduannya juga ditembuskan ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
“Yang saya tempuh cara kedinasan dengan surat. Selama ini saya diam. Tapi, sudah dibuka KPK, ya betul saya yang bersurat,” kata Djoko kepada wartawan di kantornya.
Djoko mengatakan, aduannya ke KPK dilakukan agar ada tindak lanjut terhadap sejumlah indikasi penyimpangan anggaran hingga penyalahgunaan wewenang. Sebab, ia merasa penyusunan rencana APBD maupun belanja anggaran berlangsung tidak transparan.
Bahkan, Djoko mengaku dirinya selaku Wabup tidak mendapat akses untuk sekadar melakukan pengawasan.
“Saya tidak minta proyek, tapi ingin memastikan APBD jangan sampai ‘dicolong’ (dikorupsi). Namun, tidak pernah dilibatkan dalam rencana APBD, dan diberi tahu saja tidak. Ujug-ujug paripurna, yang itupun kalau saya diundang sudah tinggal pengesahan,” keluhnya.
Djoko mengatakan, Bupati Fawait justru membentuk organ ad hoc dan memberikan akses kepada mereka. Organ ad hoc ini disebut berisikan sejumlah politikus mantan tim suksesnya, yakni Tim Pengarah Percepatan Pembangunan Daerah (TP3D).
“TP3D nama lain dari tim ahli itu kan sudah dilarang. Dibentuk tanpa dasar hukum, bertentangan dengan instruksi Presiden RI. Malah TP3D leluasa memanggil kepala-kepala OPD yang bisa jadi mengintervensi kebijakan,” tuturnya.
“Sementara, saya yang Wabup ini ditolak memberi nota dinas resmi untuk membina kepala-kepala OPD agar pejabat-pejabat itu bekerja secara profesional, dan mematuhi hukum,” imbuhnya.
Meski begitu, Djoko tidak mengungkap detail bukti petunjuk apa saja yang jadi bahan aduan. Ia hanya berharap KPK menindaklanjuti aduannya itu.
“Saya tegaskan, tidak akan menyesal bila permintaan pembinaan kepada KPK pada hal-hal yang rawan korupsi itu berubah jadi penindakan,” tuturnya.
Sementara itu, permohonan Djoko terhadap Mendagri serta Gubernur adalah terkait penanganan masalah birokrasi. Hal itu di antaranya menyangkut tata kelola pemerintahan, penataan aset daerah, dan penempatan pejabat.
“Saya dapat banyak laporan aset disalahgunakan, semisal kendaraan bermotor dipakai oleh bukan pejabat. Kemudian, pejabat ditunjuk tanpa pertimbangan jabatan yang semestinya,” pungkasnya.
HT