Channel9.id – Jakarta. Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menyebut salah satu faktor yang melatarbelakangi wacana revisi Undang-Undang (UU) TNI karena adanya kecemburuan dari TNI terhadap Polri. Sebab, revisi UU TNI ini memungkinkan penambahan jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit aktif.
Uchok membandingkan kesejahteraan anggota Polri dengan TNI.
“Lantaran Polri masuk dalam politik sedang TNI hanya ikut mendukung Polri saja, sehingga Polri menjadi orang-orang kaya,” kata Uchok dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Kamis (13/3/2025).
“Seorang Bripda atau Serda dua di Polri banyak yang punya mobil, sedangkan selevel Letnan TNI banyak yang tidak punya mobil,” sambungnya.
Selain itu, ia menilai revisi ini didorong oleh kelompok yang kalah dalam gerakan reformasi 1998. Ia menyebut Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan Presiden Prabowo Subianto sebagai bagian dari kelompok tersebut.
“Mengajukan revisi UU TNI dilakukan oleh orang-orang kalah waktu adanya gerakan reformasi 98 seperti Menteri Pertahanan, Syafrie, dan Prabowo,” ujarnya.
Ia juga berpendapat bahwa pemerintahan saat ini ingin mengembalikan posisi TNI seperti masa Orde Baru. Ia menilai ada upaya untuk menyingkirkan dominasi Polri.
“Karena mereka sedang menang dan berkuasa ingin mengembalikan TNI seperti Orde Baru, dan menyingkirkan kekuasaan polisi yang sedang ada di puncak,” jelas Uchok.
Di sisi lain, Uchok berpendapat wacana revisi UU TNI ini dapat merusak sistem kenegaraan. Ia menegaskan bahwa militer tidak seharusnya masuk ke dalam ranah politik sipil.
“Masuk TNI dan rebut jabatan sipil bukan hanya balik ke tatanan Orde Baru, tetapi merusak sistem kenegaraan. Orang-orang senjata tidak perlu masuk ke politik sipil, tidak perlu mencampuri urusan sipil,” tuturnya.
Menurutnya, tidak ada urgensi bagi TNI untuk merevisi UU ini. Ia menilai bahwa jika TNI masuk ke dalam politik, hal tersebut bisa berujung pada konflik ketimbang negosiasi politik.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dalam rapat bersama Komisi I DPR, Selasa (11/3/2025), mengusulkan agar prajurit aktif TNI bisa mengisi 15 kementerian atau lembaga. Hal ini merupakan penambahan dari ketentuan yang berlaku saat ini, yang hanya mencakup 10 institusi.
“Jadi ada 15 kemudian untuk jabatan-jabatan tertentu lainnya. Itu kalau mau ditempatkan dia mesti pensiun,” kata Sjafrie setelah Rapat Kerja dengan Komisi I DPR, Jakarta Pusat, Selasa.
Berdasarkan Pasal 47 ayat 2 UU TNI, hanya 10 jabatan sipil yang bisa dijabat prajurit aktif tanpa mundur, yakni kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Namun jika revisi ini disahkan, maka prajurit aktif TNI dapat menduduki jabatan di instansi seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Kejaksaan Agung. Usulan ini menambah daftar lembaga yang dapat dijabat prajurit TNI tanpa perlu pensiun dari dinas aktif.
HT