Lifestyle & Sport

Wayan Patut: Menumbuhkan Hidup dari Sampah

Channel9.id, Denpasar. Di Pulau Serangan, Denpasar, udara pagi pernah akrab dengan asap pembakaran sampah. Tumpukan plastik yang tak tersentuh, mencemari pantai, laut, dan tanah tempat masyarakat berpijak. Namun di sudut kecil pulau ini, ada seseorang yang memutuskan bahwa alam terlalu berharga untuk dibiarkan terluka.

Namanya Wayan Patut. Bersama sekelompok warga yang sepaham, ia membangun sebuah komunitas bernama Nukari, yang tergabung dalam Komunitas Kura-Kura Bali. Bukan sekadar gerakan sosial biasa—ini adalah gerakan penyadaran. Bahwa sampah yang dianggap tak berguna, sesungguhnya memiliki kehidupan baru yang dapat kembali ke tangan manusia.

“Lingkungan ini harus dijaga, karena dari sinilah hidup kita berasal,” tutur Wayan, sambil menunjukkan ruang kecil yang menjadi workshop pengolahan sampah plastik di Serangan, Sabtu (9/11/2025).

Di tempat sederhana itu, botol plastik, tutup botol, tas kresek, dan beragam jenis sampah lain dibeli dari masyarakat, lalu dipilah, dicacah, dicuci, dijemur, dan diolah. Semua dilakukan dengan alat-alat sederhana, sebagian hasil inovasi sendiri, mulai dari mesin pencacah, pemotong, hingga oven pemadat yang dirakit menggunakan dongkrak mobil dan loyang kue.

Dari serpihan plastik itu, lahirlah beragam karya: plat meja, gantungan kunci, tempat gelas, hiasan laut, hingga topi yang dianyam dari tas kresek. Bahkan potongan plastik terkecil pun tidak terbuang. “Sampah yang terbuang hanya nol koma sekian persen,” kata Wayan.

Namun, upaya ini tidak berhenti pada ekonomi semata. Di sinilah filosofi hidup Wayan menemukan bentuknya.

Ia menunjuk sebuah pohon besar di halaman:

“Pohon ini tidak pernah meminta dibayar, padahal dari sinilah kita dapat oksigen, keteduhan, kehidupan. Kalau kita memberi sekali saja pada alam, alam akan membalas seribu kali.”

Bagi Wayan, memilah sampah adalah bentuk ibadah, bukan sekadar kegiatan lingkungan.

Menanam pohon dan mangrove, membersihkan pantai, mengembalikan terumbu karang, hingga pernah membudidayakan kuda laut—semuanya adalah cara memperbaiki hubungan manusia dengan alam.

Karena ia percaya, alam tidak pernah mengeluh, sekalipun manusia sering lupa darimana hidupnya berasal.

Di tengah laju pembangunan dan industrialisasi Serangan, Wayan tidak menolak perubahan. Yang ia perjuangkan adalah keseimbangan.

“Pembangunan itu perlu. Tapi jangan sampai kita menjadi pemburu yang rakus. Harus seperti harimau, mengambil secukupnya untuk hidup, bukan untuk nafsu.”

Melalui PT Nukari Kriaraya, komunitas ini kini berkembang lebih profesional. Namun prinsip dasarnya tetap sama:

Selesaikan masalah sampah di rumah sendiri, jangan memindahkan masalah ke tempat lain.

Dan dari tangan-tangan sederhana itulah, Pulau Serangan belajar bahwa pelestarian lingkungan bukan sekadar wacana, tetapi tindakan harian.

Wayan Patut tidak hanya mengolah sampah. Ia sedang menyulam harapan—tentang masa depan yang lebih bersih, tentang laut yang kembali biru, tentang manusia yang kembali menghormati alam.

Karena hidup, seperti alam, seharusnya berlangsung dalam keseimbangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4  +  6  =