Channel9.id – Jakarta. Presiden Jokowi dinilai berhasil melampau capaian kinerja lima presiden sebelumnya di bidang ini, transaksi berjalan.
Transaksi berjalan yang dicapai Indonesia berhasil mencetak rekor baru di tahun ini. Transakai berjalan Indonesia meraih catatan surplus sebesar US$ 13,22 miliar. Prestasi ini merupakan torehan kali pertama dalam kurun 42 tahun.
Dari riset CBNInfonsia yang dilansir Senin (20/2/2023) ini, bila disandingkan dengan Produk domestik Bruto (PDB), transaksi berjalan pada tahun ini setara dengan 1% dari PDB. Catatan ini merupakan capaipak prestasi terbaik sejak 2009 (1,97% dari PDB).
Baca juga: Neraca Pembayaran Triwulan III Surplus US$ 10,7 Miliar
Baca juga: Neraca Pembayaran Q4 2019 Membaik, Defisit Transaksi Berjalan Terkendali
Pada kuartal IV-2022, transaksi berjalan menyentuh US$ 4,27 miliar atau 1,3% dari PDB.
Catatan apik transaksi berjalan tersebut tentu saja ditopang oleh lonjakan ekspor. Indoenesia justru memetik dari situasi internasional. Akibat perang Rusia-Ukraina yang meletus hampir setahun lalu berdampak pada melambungnya harga komoditas energi dan pangan.
Indonesia pun memetik hal positif dari situasi itu.
Indonesia ibarat ketiban durian runtuh berkat lonjakan harga batu bara, minyak sawit mentah (CPO) dan nikel.
Dari riset CBNIndonesia, ekspor barang tercatat US$ 292,55 miliar pada 2022 sementara impor tercatat US$ 229, 87 miliar. Dengan demikian, neraca ekspor impor barang mencatat surplus US$ 62,68 miliar.
Besaran ekspor ini membuat neraca transaksi berjalan menjadi tambah menggemuk.
Transaksi berjalan tetap bengkak meskipun pada neraca ekspor impor jasa mencatatkan defisit yang besar yakni US$ 20,04 miliar. Nilai tersebut naik drastis dibandingkan pada 2021 yang tercatat US$ 14,6 miliar.
Catatan tersebut menandai bahwa rekor besar pada transaksi berjalan juga kembali menegaskan ketergantungan besar Indonesia terhadap komoditas.
Dalam sejarah Indonesia, hanya empat kali Indonesia mampu membukukan surplus transaksi berjalan di atas US$ 10 miliar yakni pada 2006,2007, 2010, dan 2022.
Jika dibandingkan PDB, transaksi berjalan Indonesia juga tercatat capaian surplus tinggi pada booming komoditas (2005-2010).
Transaksi berjalan pada 2006 tercatat 2,98% dari PDB, pada 2007 tercatat 2,43%, dan pada 2009 tercatat 1,97% dari PDB.
Pada periode tersebut merupakan masa-masa di mana Indonesia ketiban durian runtuh akibat booming komoditas.
Namun kebalikannya, saat komoditas jatuh, transaksi berjalan akan jatuh atau defisit. Contohnya adalah pada 2013-2019.
Rata-rata transaksi berjalan memang menembus 4,16% pada periode 1998-2003. Namun, tingginya transaksi berjalan lebih disebabkan oleh kecilnya impor.
Situasi ekonomi yang belum menentu pasca Orde Baru runtuh dan awal Era Reformasi membuat laju ekonomi belum bergerak cepat sehingga impor melandai.