Channel9.id – Jakarta. Delapan Fraksi di DPR RI menolak jika Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk merubah sistem Pemilu proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup atau coblos gambar partai.
Kabar keputusan MK tersebut sebelumnya diungkapkan oleh mantan Wamenkumham Denny Indrayana beberapa waktu lalu. Menanggapi isu tersebut, delapan fraksi parpol parlemen melakukan pertemuan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa (30/5/2023).
Delapan fraksi itu adalah Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai NasDem, PKB, Partai Demokrat, PKS, PAN, dan PPP. Artinya, hanya PDI Perjuangan (PDIP) parpol perlemen yang tak ikut karena dukung penerapan sistem pemilu proposional tertutup.
Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan pihaknya bisa mengubah Undang-Undang terkait MK jika hakim MK memutuskan untuk mengubah sistem Pemilu.
Habiburokhman awalnya menyatakan DPR tak ingin unjuk kekuasaan. Namun, ia mengingatkan bahwa DPR punya kewenangan sebagai lembaga legislatif.
“Ya jadi kita tidak akan saling memerkan kekuasaan, dan cuma kita juga akan mengingatkan bahwa kami ini legislatif, kami juga punya kewenangan,” ujar Habiburokhman dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).
“Apabila MK berkeras untuk memutus (sistem coblos partai) ini, kami juga akan menggunakan kewenangan kami. Begitu juga dalam konteks budgeting kita juga ada kewenangan,” lanjutnya.
Habiburokhman mengingatkan MK bahwa DPR bisa merevisi UU MK dan mencabut kewenangan MK.
“Kalau perlu UU MK juga kita ubah, kita cabut kewenangannya, akan kita perbaiki supaya tidak terjadi begini lagi,” ungkap Habiburokhman.
Ia mengklaim kedelapan fraksi itu sudah sepaham dengan dirinya terkait hal ini. “Iya, kan ini tadi,” kata politikus Gerindra ini.
Sebagai informasi, polemik ini bermula ketika mantan Wamenkumham Denny Indrayana mengaku mendapatkan informasi bahwa MK akan memutuskan sistem pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai. Ia mengatakan, putusan tersebut diwarnai perbedaan pendapat atau dissenting opinion di MK.
“Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting,” ujar Denny Indrayana kepada awak media, Minggu (28/5/2023).
Namun, ia tidak menyebut secara gamblang sosok pemberi informasi tersebut. “Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi. Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif,” kata Denny.
Pernyataan Denny ini pun menuai kontroversi, hingga Paguyuban Bakal Calon Anggota DPR dan DPRD (BCAD) melaporkan Denny karena dinilai telah membocorkan rahasia negara soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai uji materi sistem pemilu. BCAD melaporkan Denny Indrayana ke Polda Metro Jaya pada Senin (29/5/2023).
Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud Md melalui akun Twitternya @mohmahfudmd mengatakan putusan MK yang belum dibacakan masih berstatus sebagai rahasia negara. Info yang diterima Denny Indraya menurut Mahfud, itu bisa dikatagorikan sebagai upaya pembocoran rahasia negara.
“Terlepas dari apa pun, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah,” kata Mahfud lewat cuitan di akun Twitter yang dipantau Antara di Jakarta, Minggu (28/5/2023).
Mahfud bahkan mengatakan dirinya yang pernah menjabat sebagai Ketua MK tidak berani bertanya kepada MK soal putusan yang belum dibacakan. Ia pun mendesak MK mencari pihak yang membocorkan informasi tersebut.
“Putusan MK itu menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan, tapi harus terbuka luas setelah diputuskan dengan pengetokan palu vonis di sidang resmi dan terbuka. Saya yang mantan Ketua MK saja tak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis MK yang belum dibacakan sebagai vonis resmi. MK harus selidiki sumber informasinya,” kata Mahfud dalam cuitannya.
Baca juga: Denny Indrayana Bantah Bocorkan Rahasia Negara Soal Putusan MK
HT