Channel9.id-Myanmar. Kelompok bantuan Save the Children mengkonfirmasi dua staffnya turut menjadi korban pembantaian Hari Raya Natal yang dilakukan oleh junta Myanmar, Rabu (29/12/2021).
Kelompok anti-junta menyebutkan kalau mereka menemukan lebih dari 30 jenazah, diantaranya yaitu perempuan dan anak-anak, di jalan tol negara bagian Kayah dimana kelompok pemberontak pro-demokrasi melawan junta militer.
Baca juga: Junta Militer Tembak dan Bakar 30 Warga Myanmar
Save the Children sebelumnya menyatakan kalau dua staffnya terjebak dalam konflik tersebut dan kemudian dilaporkan menghilang.
Pada hari Selasa, Save the Children kemudian mengkonfirmasi kalau dua anggotanya merupakan bagian dari 35 korban yang tewas pada konflik tersebut.
“Pihak militer memaksa orang-orang untuk keluar dari mobilnya, sebagian ditangkap, yang lainnya ditembak dan dibakar,” ungkap kelompok bantuan tersebut. Mereka juga menambahkan kalau dua anggotanya tersebut baru saja menjadi ayah di keluarganya masing-masing.
“Berita ini sungguh mengerikan,” ungkap ketua eksekutif kelompok bantuan Save the Children, Inger Ashing. “Kami sangat prihatin dengan kekerasan yang dilakukan terhadap warga sipil dan anggota kami yang sudah sangat berdedikasi dalam membantu jutaan anak-anak di Myanmar,” lanjutnya.
Sebelumnya, dilaporkan kalau insiden itu terjadi setelah junta memberhentikan tujuh mobil yang berkendara dengan mencurigakan di kotapraja Hpruso pada hari Jumat.
Kemudian pasukan junta itu memaksa orang-orang dari mobil untuk keluar, sebagian dari mereka ditangkap, namun yang lainnya ditembak dan dibakar.
Monitor Myanmar Witness juga mengkonfirmasi laporan media lokal dan saksi warga bahwa 35 orang termasuk anak-anak dan perempuan dibakar dan dibunuh oleh pasukan junta pada insiden tersebut.
Data satelit juga menunjukkan ada sebuah api yang terjadi pada sekitar pukul 1 Jumat siang di Hpruso.
Wakil Sekretaris jenderal PBB untuk urusan HAM, Martin Griffiths, mengungkapkan kalau ia merasa “ngeri” dengan laporan kredibel pembantaian tersebut dan mendesak pemerintah untuk segera melakukan investigasi.
“Saya mengecam insiden mengerikan ini dan seluruh kekerasan terhadap masyarakat di sana, yang mana sudah dilarang oleh hukum HAM internasional,” kutip pernyataannya.
“Saya menyerukan pihak otoritas untuk segera melakukan investigasi yang menyeluruh dan transparan terhadap tragedi tersebut agar para pelaku dapat dimintai pertanggungjawabannya,” lanjutnya.
Save the Children, yang mempunyai sekitar 900 staff di Myanmar, kemudian menyatakan kalau mereka akan menunda kegiatannya di negara bagian Kayah dan daerah lainnya.
(RAG)