Channel9.id – Jakarta. Direktur Jenderal (Dirjen) Politik dan Pemerintah Kemendagri Bahtiar menyampaikan, ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen memiliki semangat untuk memperkuat sistem kepartaian. Penguatan sistem itu dinilai bisa melahirkan calon presiden (capres) hebat sehingga kerja pemerintahan berjalan efektif.
Bahtiar menjelaskan, dalam pasal 6A ayat 2 UUD 1945 ditegaskan capres dan cawapres hanya bisa diusulkan oleh partai atau gabungan partai peserta pemilu. Sedangkan di pasal 222 UU No 7 Tahun 2017 tengan Pemilu menyatakan bahwa ambang batas calon presiden sebesar 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional.
Aturan ini akan membuat partai-partai saling berkoalisi untuk memenuhi ambang batas itu. Di dalam koalisi tersebut, terjadi negosiasi untuk menentukan siapa yang berhak diusulkan menjadi calon presiden.
Baca juga: Kemendagri Apresiasi Konsistensi MK Tolak Gugatan Presidential Threshold 20 Persen
Dengan adanya proses ini, Bahtiar menilai, calon presiden yang terpilih didukung lebih dari 50 persen suara di Parlemen. Sehingga pemerintah bisa berjalan efektif mengingat tiap kebijakan strategis nasional perlu mendapat persetujuan parlemen.
“Jadi partai presiden terpilih sebenarnya sudah mendapat dukungan paling minimum di Senayan. Kita pastikan presiden terpilih kalau dari awal sudah 20 suara di DPR atau 25 persen suara sah nasional, dia akan memerintah secara efektif,’ kata Bahtiar dikutip Radio Elshinta, Jumat 25 Februari 2022.
“Bukti hasil pemilu 2009, 2014, 2019. Dengan adanya ambang batas, presiden terpilih didukung oleh kekuatan parlemen lebih dari 50 persen. Jadi begitu dia jadi presiden jadi langsung bisa kerja. Bayangkan partainya 4 persen, tiba tibat terpilih, besok tak bisa ngapa-ngapain,” lanjut Ketua Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia ini.
Bachtiar pun menegeaskan ambang batas itu bukan kemauan pemerintah melainkan amanat konstitusi. Konstitusi itu dibuat Pemerintah bersama dengan DPR, yang sebetulnya dibuat para anggota parpol.
Bahtiar menambahkan, ambang batas itu juga mendorong terciptanya sistem multipartai sederhana yang terbentuk secara alamiah. Artinya, di suatu masa, Indonesia akan menemukan jumlah partai ideal yang mewakili kepentingan masyarakat.
“Di awal reformasi siapa saja boleh mendirikan partai. Cukup dengan 50 orang, lalu diatur cukup 1000 orang. Jadi prinsipnya orang dirikan partai boleh, tapi untuk ikut pemilu ada syaratnya. Jadi secara alami akan terjadi konsolidasi sistem kepartaian sederhanan dan nanti suatu masa kita akan menemukan jumlah partai yang ideal yang mewakili kepentingan aspirasi dan ideologi masyarakat Indonesia,” kata Bahtiar.
Menurut Bahtiar, terlalu banyak parpol tidak begitu baik dalam sistem pemerintahan. Pengalaman 1955 yang melahirkan banyak partai menjadi contoh.
“Kalau terlalu banyak parpol, tahun 1955 kita pengalaman, partai bisa dari daerah, suku, dari mana saja. Terlalu banyak itu pun bisa menimbulkan keriwuhan,” kata Bahtiar.
Oleh karena itu, Bahtiar menilai, ketentuan ambang batas ini akan membuat pemerintah berjalan efektif karena melahirkan capres yang hebat.
“Jadi manfaatnya kita bisa menemukan capres yang hebat. Karena secara sadar parpol dan gabungan parpol menyiapkan calonnya. Akan ada negosiasi-negosiasi. Misal saya pimpin 7 persen suara, anda 10 persen, nah kita akan melakukan negosiasi siapa yang terbaik di antara kita. Bahkan memungkinan, bukan dari pengurus partai, jadi betul-betul warga negara yang terbaik untuk memimpin bangsa,” ujar Bahtiar.
“Jadi kita pastikan siapa yang dipilih pantas memimpin negara ini. Jadi bukan capres-capresan,” pungkasnya.
HY