Channel9.id – Jakarta. Puluhan ribu Nelayan Kota Tegal rencananya akan menggelar aksi unjuk rasa menyikapi sejumlah aturan yang dianggap cukup memberatkan. Dalam aksi yang rencananya akan digelar pada Rabu (10/5/2023) nanti, puluhan ribu nelayan berencana menutup jalur Pantura hingga pemerintah mendengarkan aspirasi mereka.
Koordinator Front Nelayan Bersatu (FNB) Kota Tegal Riswanto mengatakan aksi nantinya akan digelar di depan Gedung DPRD dan Pemerintah Kota Tegal. Dimulai dari kompleks pelabuhan Jongor, kemudian massa aksi yang ia perkirakan sekitar 25.000 orang akan longmarch menuju lokasi aksi.
“Dalam perjalanannya, kita akan melewati Pantura. Sehingga, kemungkinan akan menutup jalur tersebut,” kata Riswanto, Senin (1/5/2023).
Riswanto mengatakan, saat ini nelayan Tegal dan daerah lain tengah merasakan keresahan. Hal itu terkait dengan adanya sejumlah aturan yang cukup memberatkan.
“Salah satunya, terkait sanksi denda 1.000 persen yang kami rasakan cukup berat,” ungkap Riswanto.
Dengan aturan itu, kata Riswanto, maka kalkulasi denda yang harus dibayarkan oleh nelayan bisa mencapai miliaran rupiah. Belum lagi, nelayan ketika pulang harus membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pascaproduksi sebesar 10 persen.
Karenanya, kata Riswanto, saat ini Nelayan memilih tidak melaut. Selain, karena khawatir terkena sanksi tersebut, hasil yang Nelayan dapatkan saat ini juga sangat berkurang.
“Jadi kalau memaksakan ke laut, terus hasilnya kurang, tambah lagi terkena sanksi denda, tentu akan sangat memberatkan bagi kami,”tandasnya.
Menanggapi keresahan nelayan, Juru Bicara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Wahyu Muryadi menganggap nelayan yang takut kena denda sehingga tak ingin melaut memiliki pemikiran yang aneh. Ia meminta agar nelayan mengikuti aturan yang berlaku agar tidak dikenai denda pelanggaran Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yang mencapai 1.000 persen.
“Logika aneh. Kalau nggak mau kena denda ya ikuti aja aturannya. Atau sengaja mau melanggar supaya denda adminnya diringankan? Ini kan sesuai prinsip dalam UU CK: ultimum remedium, sanksi pidana atau hukuman badan tidak diutamakan. Atau mau dikembalikan aturan lama: dipidana dan hukuman badan–yang terus minta 86 nyogok sana sini?” kata Wahyu dalam keterangan tertulis, Rabu (3/5/2023).
Ia menjelaskan, dalam kebijakan baru yang akan segera diterapkan, PNBP yang harus dibayarkan nelayan dipungut setelah ikan dipanen.
“Nggak ada PNBP yang dipungut di depan. Dalam skema kebijakan baru, penangkapan ikan secara terukur yang segera diterapkan (menunggu Kepmen, menyusul PP No.11/2023 yang baru ditandatangani), pungutan diukur pasca produksi alias setelah dipanen ikannya,” tutur Wahyu.
Terkait aksi yang direncanakan nelayan Pantura 10 Mei nanti, Wahyu menuding massa aksi yang akan hadir merupakan pemilik kapal cantrang yang merusak lingkungan dan masuk ke WPP nelayan tradisional.
“Yang demo para pemilik kapal cantrang yang terbukti merusak lingkungan dan masuk ke wilayah tangkap nelayan tradisional sehingga kerap terjadi konflik kapalnya dibakar nelayan kecil,” tuding Wahyu.
HT