Channel9.id – Jakarta. Sidang kasus pencemaran nama baik Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan berlangusung riuh. Pengacara Haris Azhar menyebut ada upaya penggiringan opini yang dilakukan oleh Luhut yang duduk sebagai saksi dan jaksa dalam sidang tersebut. Pengacara Haris menilai penggiringan opini itu dimaksudkan untuk mengeluarkan konteks yang sedang diperkarakan ke dalam isu personal.
Awalnya, pengacara Haris bertanya kepada Luhut apakah ia pernah mengetahui informasi adanya undangan dari Haris Azhar untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan. Ia pun mengatakan bahwa Luhut tidak menghadiri undangan tersebut, meskipun Luhut sempat berkelit dalam menjawabnya.
Menanggapi hal itu, ketua hakim Cokorda Gede Arthana menilai pertanyaan itu tidak berkaitan dengan perkara yang sedang dipersidangkan tersebut. Ia pun meminta agar pengacara Haris tidak menanyakan sesuatu yang di luar perkara.
Setelah mengiyakan ucapan ketua hakim, pengacara Haris Azhar itu kemudian menyebut ada indikasi penggiringan opini yang dilakukan oleh Luhut dan jaksa dalam persidangan tersebut.
“Dalam persidangan tadi saudara saksi dan jaksa kami rasa menggiring opini ke dalam isu personal,” kata salah satu pengacara Haris Azhar dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Kamis (8/6/2023).
Sontak, hal itu langsung disambut dengan riuh pendukung Luhut yang hadir serta jaksa yang menolak tudingan tersebut.
“Keberatan Yang Mulia,” bantah salah satu jaksa.
“Saya belum selesai bicara. Sementara yang kita ketahui yang diperjuangkan dalam konten tersebut adalah pencarian kebenaran dan pencarian keadilan bagi orang Papua,” kata pengacara Haris, melanjutkan.
“Menurut saksi, yang tidak bisa dilepaskan sebagai pejabat publik, apakah pantas isu publik digiring menjadi isu personal?” sambungnya.
Ucapan itu kembali menuai gaduh di persidangan. Terdengar bantahan dari para jaksa, sementara Luhut hanya tersenyum sambil menggelengkan kepada dari kursi saksi.
Menengahi perdebatan itu, ketua hakim Cokorda kembali mengingatkan agar pengacara Haris tidak menanyakan sesuatu yang tidak berkaitan dengan perkara tersebut.
“Kalau tidak ada pertanyaan yang menyangkut dengan perkara ini ya tidak usah. Jangan memaksa-maksa mencari pertanyaan yang tidak ada hubungannya dengan perkara ini,” ujar ketua hakim Cokorda.
Pengacara Haris itu pun mengiyakan ucapan ketua hakim. Namun, ia tidak menerimanya begitu saja.
“Tapi memang faktanya demikian, tidak bisa dilepaskan,” kata pengacara Haris, disambut riuh kembali.
“Ada saksi lain nanti. Kalau sudah cukup (pertanyaannya) tidak usah maksa-maksa mau bertanya,” tegas ketua hakim.
Sebelumnya, JPU mendakwa aktivis HAM sekaligus Direktur Lokataru, Haris Azhar, melakukan pencemaran nama baik terhadap Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan. Ia didakwa bersama Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanty.
Hal itu disampaikan JPU saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (3/4/2023). Jaksa menyatakan, Haris Azhar mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik, buntut unggahan video di Youtube Haris Azhar pada 18 Januari 2021 lalu.
“Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik,” kata Jaksa di ruang sidang PN Jakarta Timur, Senin (3/4/2023).
Kemudian, pada Senin (22/5/2023), majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur tidak menerima nota keberatan atau eksepsi yang diajukan Haris Azhar dalam kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan. Sidang akan lanjut ke proses pembuktian.
“Mengadili, eksepsi tim penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima,” kata ketua majelis hakim dalam sidang putusan sela di PN Jaktim,.
Dalam kasus ini, Haris didakwa bersama Fatia melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP. Terhadap 4 pasal tersebut di juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Baca juga: Luhut Sebut Haris Azhar Pernah Minta Tolong Bantu Urus Saham di Papua
HT