Nasional

Akar Masalah PPDB Zonasi, FSGI: Tak Ada Penambahan SMAN/SMKN dan SMPN Selama Puluhan Tahun

Channel9.id – Jakarta. Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo berencana mengevaluasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Sistem Zonasi. KemendikbudRistek membentuk Satgas Khusus Pantau dan Evaluasi PPDB.

Menurut pihak Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), sebenarnya ada apa dengan PPDB Sistem zonasi, apakah perlu dipertahankan atau diganti. FSGI menilai akar masalah sebenarnya bukan karena ada kecurangan atau tidak, namun apakah pemerintah daerah sudah membangun sekolah negeri baru di Kelurahan atau Kecamatan yang tidak memiliki sekolah negeri, terutama SMAN dan SMKN yang jumlahnya minim hampir di seluruh provinsi di Indonesia.

“Kalau PPDB sistem zonasi akan diganti, apakah menjamin mayoritas anak Indonesia usia sekolah akan tertampung di sekolah negeri, mengingat jumlah sekolah negeri memang terbatas. Tak ada penambahan SMAN dan SMKN bahkan SMPN selama puluhan tahun. Kesadaran bahwa sekolah negeri minim justru ketika Kemendikbud menerapkan PPDB Sistem zonasi pada 2017 lalu,” ujar Retno Listyarti, Ketua Dewan pakar FSGI melalui keterangan tertulis yang diterima Channel9.id, Selasa (15/8/2023).

Berdasarkan pantauan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), PPDB Sistem Zonasi sejak kebijakan PPDB Sistem Zonasi diterapkan oleh KemendikbudRistek pada tahun 2017. Saat itu Muhajir Effendi yang menjabat sebagai Mendikbud RI. FSGI sejak awal sudah berposisi mendukung Kemendikbud RI atas kebijakan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru).

“Kebijakan ini lebih menjunjung tinggi prinsip keadilan dalam pemenuhan hak atas Pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi Republik Indonesia,” kata Retno.

Penjelasan Mendikbud Muhajir saat akan menerapkan kebijakan PPDB Sistem Zonasi adalah didasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan Balitbang Kemendikbud selama delapan (8) tahun, yang datanya menunjukkan bahwa sekolah negeri justru didominasi oleh peserta didik dari keluarga kaya atau mampu secara ekonomi, padahal anak-anak keluarga kaya memiliki banyak pilihan untuk bersekolah, beda dengan anak-anak dari keluarga miskin yang akan sulit melanjutkan sekolah jika tidak di SMA atau SMKN karena ketiadaan biaya.

“Sekolah negeri berbiaya murah, bahkan gratis untuk WAJAR 9 tahun, hal ini membuat anak-anak dari keluarga miskin dapat mengakses sekolah negeri untuk melanjutkan pendidikannya. Sebelum ada PPDB sistem zonasi, Sementara anak-anak dari kelurga miskin sebelum PPDB sistem zonasi sulit mengakses sekolah negeri, karena seleksinya menggunakan nilai akademik semata,” ungkap Heru Purnomo, Sekjen FSGI.

Peserta didik yang memiliki nilai akademik tinggi umumnya didominasi anak-anak dari keluarga berada yang gizinya sudah baik sejak kecil, memiliki sarana dan prasarana belajar yang memadai, orangtuanya mampu membayar guru privat maupun bimbel, sehingga wajar saja ketika anak-anak dari keluarga mampu selalu diterima di sekolah negeri terbaik pilihannya.

“Sementara peserta didik dari keluarga tidak mampu kondisi berbanding terbalik, secara gizi mungkin rendah, tak mampu memiliki sarana belajar yang memadai, orangtuanya tak mampu bayar bimbel, dan anak kemungkinan harus membantu orangtuanya di rumah atau mungkin membantu orangtuanya berjualan. Anak-anak pada kelompok ini adalah yang terpinggirkan ketika PPDB sebelum menggunakan sistem zonasi,” kata Heru.

Baca juga: P2G: Pak Jokowi, Jangan Hapus PPDB Zonasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  59  =  65