Channel9.id – Jakarta. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai para calon presiden yang berkontestasi dalam Pilpres 2024 saat ini tidak menawarkan Road Map atau Grand Design Pendidikan Nasional yang gagal dibuat pemerintah sekarang.
Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi P2G mengungkapkan Road Map pendidikan ini harus menjadikan pendidikan sebagai satu sistem yang saling berkaitan, tidak parsial. Roadmap ini harus juga disertai desain nasional tata kelola guru.
“Kami kira tidak perlu kebijakan berjilid-jilid seperti episode Merdeka Belajar era Nadiem Makarim ini. Cukup Road Map Pendidikan Nasional yang menunjukan bahwa kita memiliki peta jalan yang jelas untuk tujuan pendidikan Nasional. Melibatkan semua kalangan,” kata Iman, Senin (5/2/2024).
Iman berharap Road Map yang dibuat bukan hanya mengikuti trend global dan industri pendidikan yang makin teknologi sentris. Pembuatan beragam platform pendidikan dan pembelajaran telah menjadi persoalan bagi guru, dosen, siswa, sekolah dan sistem data pendidikan nasional.
Seperti bertambahnya beban administrasi seperti Platform Merdeka Mengajar (PMM) di era Nadiem Makarim sekarang, penambangan data anak, kesehatan mental anak berkaitan screen time, dan kusutnya pemutakhiran data pendidikan yang menyebabkan masalah baru dalam rekrutmen guru PPPK, server PPG yang sempat down, dan motif-motif bisnis dalam digitalisasi pendidikan.
“PMM telah menjadi momok menakutkan bagi guru. Beban administrasi guru melalui aplikasi makin bertambah di era Nadiem,” ungkap Iman.
Terkait Biaya Pendidikan berdasarkan dokumen visi-misi para Capres. Pasangan 01 menjanjikan sekolah gratis, yang belum terurai dengan baik maksud dari program tersebut.
Kemudian janji pasangan nomor urut 02 untuk menjalankan program makan siang dan susu gratis.
Iman mempertanyakan rencana penggunaan anggaran dana pendidikan untuk program tersebut. Sebagaimana diketahui, berdasar UUD Tahun 1945, pasal 31, pemerintah wajib menganggarkan 20 persen APBN dan APBD untuk pendidikan. APBN untuk pendidikan saja sebesar Rp612 triliun. Jika Rp 400 triliunnya justru dipakai untuk program makan siang dan susu gratis, maka jelas berpotensi bertentangan dengan UUD 1945. Sebab akan mengurangi drastis alokasi anggaran untuk bidang pendidikan lainnya.
Sementara untuk janji pasangan capres nomor urut 03, yakni akan memberikan gaji guru sebesar Rp 20-30 juta per bulan, Iman sebut tidak masuk akal. Sebab, jika dijumlahkan dengan total guru sebanyak 3,3 juta orang, anggaran APBN akan terkuras hingga lebih dari Rp 1.000 triliun.
Selain itu, maraknya Pinjaman Daring (Pindar) atau Pinjol bagi mahasiswa akibat liberalisasi Kampus berbentuk PTN BH. Keberadaan PTN-BH masih menjadi penghalang akses pendidikan bagi masyarakat ekonomi lemah. Ini harus dibenahi.
“Tapi lagi-lagi para capres tidak menyinggung persoalan mendasar ini dalam debat,” ungkap Iman kecewa.
Lebih lanjut, Iman menyayangkan dalam debat para Capres tak punya sedikitpun komitmen untuk mengangkat guru PNS.
“Hanya terlontar oleh Capres 01 akan mengangkat guru honorer menjadi P3K. Ini sangat disayangkan, guru P3K itu sifatnya emergency exit, kok malah dijadikan solusi utama. Solusi kekurangan guru adalah ya dengan membuka rekrutmen guru PNS,” ungkap Iman.
Kemudian, persoalan mendasar lainnya adalah dari 3,3 juta guru masih tersisa 1,6 juta guru belum disertifikasi. Artinya sekitar 40% lebih guru Indonesia belum memenuhi syarat profesional dan kompeten sebagaimana perintah UU Guru dan Dosen.
“Kenapa ini terjadi? Karena pemerintah gagal memenuhi perintah UU Guru dan Dosen. Mestinya sampai tahun 2015 semua guru Indonesia itu harus disertifikasi. Sertifikat pendidik itu adalah salah satu syarat wajib yang menandakan seorang guru itu kompeten atau professional,” ujar Iman.
IG