Oleh: Soffa Ihsan
Channel9.id – Jakarta. Saat ini, negeri kita tengah ‘panen‘ kelompok puritan. Beberapa kejadian yang bisa memotret tentang ‘kekalapan‘ puritanisme dapat dibeberkan. Senarai kaleodoskop pernah terjadi pembubaran oleh segelintir orang terhadap sebuah komunitas yang sedang merayakan Maulid Nabi di sebuah desa di Yogyakarta. Di daerah lain seperti Cirebon juga pernah terjadi pelemparan bom molotov oleh sekelompok orang terhadap jamaah mushola yang tengah merayakan Maulid Nabi yang diramaikan dengan iringan Marawis. Isu bid’ah yang ditudingkan pada perayaan Maulid Nabi berkobar kembali seiring dengan berkecambahnya faham puritan.
Di Solo pernah terjadi pembubaran oleh sekelompok massa terhadap perhelatan wayang. Di Yogyakarta juga pernah ada segerombolan orang berpenampilan ‘cingkrang‘ mengacak-acak makam Kyai Ageng Prawiro Poerbo, mereka menuliskan di batu nisan dan lantai kata-kata ―syirik haram. Para perusak makam itu juga sempat mengatakan pada penjaga makam bahwa tempat tersebut merupakan tempat praktik syirik, haram.
Berkali-kali pula ada kasus ‘pecah kongsi‘ satu keluarga akibat ada salah satu anggota keluarga yang masuk dalam kelompok Islam puritan. Kita bisa ambil contoh, Muhammad Syarif, pengebom bunuh diri di Mapolsek Cirebon, setelah kerasukan faham puritan yang radikal, lantas menghujat orang tuanya karena berbeda dalam soal pemikiran dan amaliah ibadahnya. Syarif juga menuding-nuding Indonesia sebagai negara thoghut karena tidak menerapkan syariat Islam. Masyarakat di beberapa daerah pun sempat dibuat gegeran lantaran membuncah tuduhan syirik, bid’ah bahkan kafir oleh sekelompok jamaah puritan.
Fenomena kejumawaan puritanisme ini melanda di berbagai daerah hingga desa-desa/Yang muncul hanya bagaikan gunung es.
Gerak puritanisme ini kala ini tengah disemaraki oleh kegaharan premanisme dan bentrok antar ormas yang bikin resah masyarakat. Tampaknya negeri kita tak pernah sepi dari gejolak ‘tarung idiologi’ dan juga politik serta pragmatisme. Alamak! Kapan slow living negeri kita ini?
Beberapa negeri muslim terlihat juga sama-sama mengalami gempuran Islam puritan dengan insiden yang tak kalah tragis. Kelompok militan di Somalia, yaitu Asysyabab, melakukan aksi vandalis dengan menghancurkan makam ulama yang banyak diziarahi oleh masyarakat setempat setelah berhasil menguasai satu daerah. Bahkan pula, pernah terjadi aksi brutal pemboman saat ada perayaan haul seorang ulama terkemuka di suatu daerah di Somalia. Boko Haram di Nigeria tak kalah ganas dalam beraksi menggempur apa yang mereka anggap bid’ah dan syirik.
Puritanisme terus beralih rupa bahkan lebih garang seperti dikobarkan oleh ISIS. Bukan hanya membantai mereka yang berbeda faham baik terhadap Syiah maupun Sunni, ISIS juga melakukan penghancuran terhadap situs-situs kuno dan makam-makam ulama karena dianggap sebagai lahan kesyirikan.
Bahkan ISIS juga mengancam akan menghancurkan Ka‘bah di Mekkah. Penghancuran makam sahabat nabi di Syria dan juga makam Imam Nawawi penyusun kitab Riyadhushshalihin adalah contoh aksi vandalisme yang dilakukan oleh kelompok-kelompok teror berbasis faham puritanisme.
Di Yaman seperti pernah diceritakan oleh Dr Said Ramadhon al-Buthi, pernah terjadi peristiwa saling bunuh dalam satu keluarga akibat infiltrasi pengaruh Islam puritan. Arab Saudi sendiri juga pernah menerima nasib dikafirkan. Osama bin Laden menyebut pemerintah Arab Saudi telah melakukan kekafiran akbar, karena menihilkan hukum syariat serta menyerahkan negara untuk dijajah Amerika. Pandangan Osama inilah yang dianut oleh Imam Samudra, Amrozi dan Mukhlas. Merunut peristiwa sebelumnya, di tahun 1979, terjadi kasus gempar, yaitu pendudukan Masjidil Haram di Mekkah pada musim haji oleh seorang puritan-radikal bernama Juhaiman al-Utaibi.
Pemahamannya tentang pemurnian Islam yang kebablasan mendorong Juhaiman beserta pengikutnya melakukan tindakan kalap dengan akibat banyak nyawa meregang termasuk tewasnya jamaah haji Indonesia kala itu.
Beberapa waktu silam heboh soal wayang yang kata seorang ustadz perlu ‘dimusnahkan’. Kita tahu, wayang adalah salah satu seni budaya bangsa Indonesia yang adiluhung. Wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan seni perlambang. Wayang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan. Wayang dianggap memiliki nilai sangat berharga dalam pembentukan karakter dan jati diri bangsa serta peradaban Indonesia.
Dalam jagad wayang muncul seperti cerita Panji yang berasal dari era Kerajaan Kadiri atau periode klasik di Jawa yang menceritakan tentang kepahlawanan dan cinta yang berpusat pada dua orang tokoh utamanya yaitu Raden Inu Kertapati atau Panji Asmarabangun dan Dewi Sekartaji atau Galuh Candrakirana. Cerita ini mempunyai banyak versi, dan telah menyebar di beberapa tempat di Nusantara dan juga manca negara.
Negeri kita multi tradisi, budaya dan kearifan lokal serta bersemayamnya banyak warisan sejarah. Kini tengah diamuk puritanisme. Beberapa kejadian dalam wujud cemoohan verbal dan vandalisme sudah bisa menjadi ‘tanbih’ (alert) kekarnya puritanisme. Kelompok puritan ini makin gahar dan bermilitansi tinggi. Mereka mengklaim sebagai pewaris tunggal kebenaran dan karenanya mereka yang berbeda akan dikutuk bid’ah bahkan kafir. Mereka terus melakukan infiltrasi ke dalam masjid-masjid, lembaga-lembaga pendidikan, instansi-instansi pemerintah maupun swasta dan ormas-ormas Islam moderat.
Boleh jadi benar apa yang dinyatakan oleh Zachary Abuza bahwa pada pengalamannya berdemokrasi, Indonesia digolongkan sebagai negara lemah secara politik, dan kekuatan Islam radikal tumbuh dengan kekuatan yang semakin besar dan mereka mampu mengontrol pemerintah pusat dan dinamika hukum (Zacharia Abuza, 2003).
Menyitir Abou El-Fadl, puritanisme selalu berwatak intoleran, superior, pengungkungan terhadap perempuan, antirasionalisme, membenci bentuk-bentuk kreatif ekspresi artistik dan sangat literalis (Khalid Abou El-Fadhl, 2006). Sementara menurut mufti Mesir, Dr Ali Jum‘ah, kaum puritan berpegang pada sejumlah masalah yang sebenarnya tidak mewakili karakter umat, tetapi sekedar masalah cabang (furu’yyah), dan lalu mereka jadikan sebagai tolok ukur untuk mengelompokkan umat Islam (Dr Ali Jum‘ah, 2012).
Daulat Negara
Bagaimana peran negara? pemerintah adalah organisasi yang berwenang untuk merumuskan dan melaksanakan keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh penduduk di dalam wilayahnya. Bermacam-macam kebijaksanaan kearah tercapainya tujuan-tujuan masyarakat dilaksanakan sambil menertibkan hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat.
Dalam fikih,–mencuplik pandangan Imam Rafi‘i—sebagaimana dikutip dalam kitab I’anah al-Thalibin karya Syaikh al-Bakri Syatha ad-Dimyathi (tt) bahwa semua keputusan dan kebijakan penguasa merupakan pendapat yang lebih baik dan relevan dari pada meniadakan fungsi negara. Resikonya, atas nama apapun, jika gerakan tertentu mengarah pada penentangan atas perintah dan kebijakan pemerintah, maka tidak diperbolehkan.
Baca juga: Sufistifikasi Agama
Nah, disinilah perlunya peran negara untuk lebih memperkuat posisi dan tugasnya. Kewajiban negara adalah untuk melakukan kebijakan yang tegas demi melindungi masyarakat dari disharmoni sosial. Seiirng itum solusi tuntas dan integral terhadap permasalahan bagaikan ‘tumpukan jerami‘ ini yang setiap saat mudah terbakar.
Penulis adalah penggiat literasi eksnapiter Rumah Daulat Buku (Rudalku)